[ Panic! At the Office ]
Saat itu sore hari. 09 Januari 2007 tepatnya. Internal-phone di cubicle gw berbunyi…
Trrrttt…… Trrrttt……
“Ya?” sambut gw.
“Put, promosi buka. Free seats. Sini deh,” bisik seseorang diseberang sana.
Baru denger kalimat pertamanya aja, gw udah panic duluan dan tanpa ba bi bu melesat keluar ruangan menuju ruang creative yang terletak ujung-ujungan sama ruangan gw. Disana, di sudut dekat jendela, duduklah dengan manis seorang perempuan yang menatap gw penuh excitement plus misteri. Saat gw dekati dirinya, ia hanya menunjuk pada layar computer yang memajang sebuah imel yang masuk dalam inbox-nya. Disitu, terpampang besar-besar iklan ini:
Sontak, iklan itu membuat kedua mata gw yang kecil ini membelalak lebar dan susah payah diri ini menahan pekikan terlontar dari mulut. Pasalnya, dari tahun lalu, gw dan teman-teman kantor merencanakan untuk kembali mengarungi rimba raya alias… back-pack-traveling dengan tujuan… keliling Asia. Well, gak seluruh Asia sih, tapi cukup banyak Negara Asia yang jadi rencana tujuan pengelanaan gw dan teman-teman gw itu.
Alhasil, dalam hitungan detik, seluruh anggota berkumpul (cuma bertiga sih, berempat sama yang di seberang telpon juga, hehehe) dan rencana pun segera dilaksanakan.
Sore itu, teman gw yang kebetulan anggota dari milis maskapai penerbangan yang ngasih promosi itu, segera menunaikan tugas untuk mencari tiket gratisan dengan rute dan jadwal yang sudah direncanakan jauh-jauh hari (di foodcourt sebuah mall daerah Satrio) sebelumnya. Kebetulan juga, promosi itu keluar 24 jam lebih dahulu untuk para member dan hanya member yang bisa mengaksesnya. Sementara launching untuk umum, baru dilakukan keesokan harinya di sebuah surat kabar nasional.
Entah mengapa, sore itu koneksi internet sedang berjalan begitu lambat.
SUMPAAAHHH!!!! Bikin gw dan teman-teman gw panic super panic. Hingga sore hari, estimasi harga keseluruhan tiket yang kami butuhkan masih simpang siur. Most of all sih, masih dapet kursi gratis, tapi belum bisa booking karena koneksi yang begitu menyesakkan diri.
Akhirnya, sebuah rencana ‘besar’ dijalankan. Sore menjelang malam, kami bertiga memutuskan untuk menetap dalam kantor demi mendapatkan akses internet gratis dengan harapan malam hari koneksi akan berjalan lebih lancar.
Semua keperluan sudah disiapkan. Termasuk mengimport jasa delivery konsumsi dari sebuah perusahaan minyak swasta di Jakarta, (hehehehe thanks ya buat Wendy’s-nya!!!) yang kebetulan memiliki hubungan ‘khusus’ dengan salah satu anggota ~_^V
Hingga langit malam mengelam dan cahaya lampu kota membenderanginya, usaha kami tetap menghasilkan… KENIHILAN…… hiks-hiks-hiks T.T
Segala usaha sudah kami lakukan, termasuk membuang jauh-jauh rasa takut yang menjamahi diri. Gimana gak takut harus tinggal dalam ruang gelap yang hanya memperoleh penerangan dari cahaya kota di luar dan temaram monitor komputer?? Belum lagi kenyataan kalau di lantai gedung tempat kantor gw bercokol, tepat berlokasi di ruang resepsionis kantor gw, beberapa tahun lalu, seseorang mengakhiri hidupnya dengan gaya “eksekusi Sadam Husein” alias gantung diri.
MENGERIKAAAANNN BUKAAAAANNN??
Waktu malam itu sudah menunjuk angka delapan. Masih saja, kami belum mendapat hasil apapun. Ditengah keputusasaan itu, kurir pembawa ransum perbekalan memberikan ide untuk hot-spot di Starbucks Plangi [pada saat itu, terdengar brilliant mengingat itu berarti menghentikan durasi bulu kuduk gw berdiri dan jantung gak tenang berdetaknya].
Ide itu… kami terima, tanpa pikir panjang lagi.
---------------------------------------------------
[Panic! At the Starbucks]
Berbekal laptop salah satu anak kantor, kami berempat pun bergegas keluar gedung yang sudah begitu sepi. Kebayang dong? Siang hari aja, saat jam sibuk kantoran, gedung ini begitu sunyi, apalagi malam hari begitu?!
Jalan kaki menenteng laptop tak terasa memberatkan bagi gw, karena semangat gw untuk mewujudkan salah satu tujuan hidup gw meletup-letup menguasai setengah jiwa ini.
Masuk ke Starbucks, gilingan… PENUUUHH!!
Heran, kopi semahal itu masih ada aja yang sanggup mengkonsumsinya dengan royal yaaakkk??? Mau gak mau, harus pesen minuman. Satu Frappu Caramel Java Chip Blended Coffee dan Hot Chocolate Peppermint dalam ukuran…cukuplah yang Tall aja, terpesan.
Duduk menghadapi layar laptop yang menampilkan halaman “page cannot be displayed” untuk beberapa saat, membuat kami semakin panic dan pasrah. Segala usaha sudah dilakukan, termasuk mengacuhkan harmonisasi suara bass, baritone, sopran dan tenor dalam teknik A Capela yang disuarakan oleh sekumpulan orang Timur Indonesia yang duduk tepat di belakang kami.
Sungguh, bukan kami tidak menghargai keindahan suara yang dianugerahi Tuhan pada mereka, hanya saja……… IT’S A PUBLIC PLACE, HELL-OW?!?!?!?! Gilingan yaakk… mereka bayar Starbucks berapa sih sampe dapet priviledge untuk menyiksa kami pengunjung yang laen?!?! Ato…jangan-jangan yang terganggu hanya gw dan teman-teman gw??
Mungkin, kalo saat itu kami hanya numpang duduk di Starbucks untuk sekedar menikmati kopi sambil membuka sesi curhat ato reunian, gak masalah deh ada suara-suara tak diundang itu, tapi saat itu, kami sedang dalam keadaan emosi yang labil dan siap meledak akibat tekanan dari dalam diri dan kenyataan kalo ide untuk ber-hotspot ria hanya menjadi ide basi!!!
Gimana kami gak semakin desperate dan stress?!!! Apalagi saat barista Starbucks mulai mengeluarkan rangkai rolling door yang artinya warkop itu udah siap-siap mau tutup.
Panic kembali menjalari diri ini. Gimana gak panic?! Udah malem, mau tutup, koneksi internet lambat, belom bisa booking tiket, plus… gosipnya harga tiket yang dipengenin bisa naek besok pagi secara udah grand launching aja gituh.
Rasa-rasanya, bahkan berpikir rasional pun saat itu kami tak bisa, sampai sebuah ‘genderang’ berbunyi tepat di telinga kami dan sama-sama berseru “ENOUGH!!”.
Akhirnya, keputusan untuk meninggalkan warkop itu pun diambil dan kami, pulang ke rumah masing-masing tanpa hasil apapun, kecuali perombakan sedikit pada jadwal dan perkiraan harga tiket sudah di tangan.
Sampe rumah, jam 11an, sempat sedikit menikmati benderang bintang di langit kelam.
Hmm… konstelasi yang indah.
Menandakan sesuatu kah?
[yang tersisa dari Starbucks Plangi, Selasa 9 Januari 2007. 09:12pm]
---------------------------------------------------
[Panic! At the Office – again??]
Walau telah melalui episode panik berkepanjangan dan tiada akhir, sepertinya begitu menyentuh bantal, diri ini tetep aja tertidur pulas tanpa ingat apapun.
Esok paginya, udara segar menyambut, namun tidak dibarengi dengan berita yang masuk ke dalam ponsel. Satu SMS memberitakan kalau seorang teman membatalkan keikutsertaannya karena satu dan lain hal. Well, sepertinya itu menjadi pertanda kalau traveling kali ini hanya akan diikuti oleh dua orang anggota tetap (betul begitu “kucing terbang”??), karena yang satu menggagalkan karena alasan pribadi, yang lain masih terikat dengan rencana traveling satu keluarga dan belum kasih kepastian (dan pada akhirnya, either way… gagal total).
Sampe kantor, tanpa ba bi bu, kami langsung menghadapi layar komputer dan berkutat tanpa henti. Pinjeman kartu kredit (thanks: to boenda, mimi dan beaute) berserakan di atas meja diantara kartu tanda penduduk dan kertas jadwal perjalanan.
Rencana perjalanan pun terpaksa sedikit mengalami perubahan karena mendadak harga tiket suatu negara tujuan berbeda jauh dengan perkiraan sebelumnya. Segeralah rencana baru disusun dalam hitungan detik.
Sempat pula panik saat tiket suatu negara tujuan yang lain harganya berbeda untuk 1 orang dengan 2 orang. Akhirnya, gw dan teman gw mengakali dengan booking masing-masing secara berbarengan (bahkan teriak 1…2…3… saat menekan icon OK!).
Namun eh ternyata, yang muncul di layar temen gw adalah secarik info yang berbunyi “MAAF, TIKET FREE-SEATS SUDAH HABIS”. Matilah!! Secepat kilat, gw menghentikan loading komputer, tanpa menunggu itinerary form. Namun sayangnya, saat dikonfirmasi ke call-center maskapai itu, ternyata tiket atas nama gw sudah terbooking.
Selidik punya selidik, ternyata kapasitas free-seatsnya hanya sedikit dan saat itu yang tersisa hanya 1 tempat.
Alhasil, teman gw pun harus berkorban mengeluarkan duit lebih sekian perak sementara gw… FREE!! (no hard-feeling kan “kucing terbang”?)
Tapi, ada masalah juga… berhubung gw belom sempet nge-print itinerary form, maka gw belom punya “tiket” menenangkan diri. Cek ri-cek inbox imel, gak juga nemu kiriman konfirmasi. Gw sampe stress dan panik sendiri.
Masalah pembookingan, akhirnya gw serahkan pada temen gw, sementara gw mencoba menghubungi call-center yang busyet… sibuuuukkk buanget. Sejam kemudian, gw baru bisa curhat sama Mas-mas disitu yang meyakinkan gw kalo… it’s confirmed!! Atas nama gw, tentunya. Dia bahkan menyebutkan alamat imel dan nama lengkap gw (gak mungkin boong kaann??).
Bertepatan dengan itu, teman gw memasuki cubicle gw dengan wajah butek dan mata juling (heheh, hiperbolis banget yaa) dan setumpuk kertas dalam gengamannya.
Komentarnya saat itu… “It’s done!! Dan gw puyeeeeng!”
Hahaha!!!
Tiga jam pertama di pagi hari yang penuh tekanan dan sukses membuat jantung berasa mau copot.
Rasanya… NUMB,
saking semua rasa sudah tersedot dengan kekuatan penuh,
keluar dari dalam tubuh,
membumbung jauh.
---------------------------------------------------
[Panic! The Finale Cut]
Hmm…
Esok paginya, gw baru mendapatkan form konfirmasi itu.
Itu menjadi pertanda finale kalau… first step is finally… DONE.
We did it, didn’t we??
Hahahaha!!! We do still have 6 damn months, but months always seems like weeks, rite???
Hanya satu harap yang terhembus dalam tiap doa…
“semoga semua lancar dan Tuhan mengabulkan. Amieen.”
______________________
terimakasih tak terhingga pada para pihak yang sudah dengan sukarela membantu hingga seluruh prosedural awal terselesaikan dengan baik.
Tenang saja… akan segera dibayarkan begitu tagihan keluar ^_^V
…Arigatou gozaimasu!!!
Untuk pihak-pihak lain yang ‘secara halus’ diasingkan dari acara ini…
…Sumimasen…
[akan ada saat dimana kita traveling bareng, dalam cara dan saat yang berbeda, tentu]
Untuk “kucing terbang”… kali ini, kita berjuang sendiri yaa!