Showing posts with label footprints. Show all posts
Showing posts with label footprints. Show all posts

Tuesday, September 15, 2009

Culinary Walk pt. 5: Hongkong – THE “Famous Roasted Duck”

Belum ke Hongkong namanya kalo belum nyobain dua hal: seafood dan.... roasted duck.

Namun keduanya bukan hal yang mudah dilakonin, karena biasanya terpentok sama masalah harga dan kehalalan. Seafood bukan makanan murah untuk dompet bekpeker kere macem gw, sementara roasted duck selaen mahal juga penempatannya di etalase restoran selalu berendengan sama paman babi, membuatnya JELAS-JELAS tidak halal [well, biar gimana pun gw juga masih punya hati, hahaa!!]

Tapi secara gw pecinta bebek, gw berpikir, masa’ sih seluas itu Hongkong kga ada bebek panggang yang halal???
Alhasil, sebelum gw melanglang buana ke negara itu, gw pun meminta petunjuk pada Mbah Google soal resto halal yang jualan roasted duck di Hongkong.

Hasilnya?
Whoa!!!
Ternyata.... ADA!

Setelah gw kopipes alamatnya, gw pun mulai menekuri peta Hongkong yang sudah cukup kusut.
Waakkss!!!
Restoran itu letaknya di Wan Chai yang notabene beda pulau sama tempat istirahat kami. Bukan daerah yang pernah gw sambangi sebelumnya juga. Walau berdasarkan info dari kali pertama gw ke Hongkong, kitaran Causeway Bay dan Wan Chai adalah rumahnya orang Indonesia, karena selaen Kedubes RI berlokasi di situ, ternyata mayoritas TKI berdomisili di daerah-daerah itu juga.

Anyway, restoran yang gw maksud ini punya nama “WAI KEE HALAL
Letaknya di jalan Bowrington (entah dibagian mana daerah Wan Chai pula!!)

Berhubung baru ke daerah Wan Chai dan sepertinya kurang seru kalo ditempuh dengan transportasi umum maupun taksi, maka gw pun memutuskan dari MTR Station Wan Chai, kami menempuh perjalanan dengan kembali memakai jasa kedua kaki.
MANTAAAAPPP!!!

Dari station MTR Wan Chai sendiri, jarak Bowrington itu sekitar 7-8 blok.
HHHAAAA?!?! *klontaaaanggg*
Hihiii *big grin*

Perjalanan kaki menuju Bowrington itu cukup seru.
Walau kedua kaki udah protes mampus, tapi kedua mata dimanja sama pemandangan mewah: deretan butik mobil sport yang merknya gak bakal ditemuin di Indonesia deh! Sampe shock sendiri liat aneka jenis mobil sedan dengan ragam disain itu. Mikir-mikir apa orang Hongkong ini kaya-kaya ato emang pecinta mobil sport ya?

Setelah hampir 1 jam berjalan kaki, kami sampai di daerah Bowrington.
Menurut petunjuk, alamat Wai Kee Halal Restaurant itu adalah Bowrington 21st Road, Cooked Food Center.
Nah looh!! Dimana tuuh?!

Masuk jalan Bowrington, yang ditemui adalah???
Eng ing eng!!!
PAAAASAAAAARRR
Bukan pasar malam bak Ladies Market ato Jade Market, tapi..... pasar tradisional
Pasar yang becek, yang bau, yang bertebaran sayur mayur, ikan, daging dan.... tubuh paman-paman babi pink yang bantet nan mulus itu pun bergelantungan dimana-mana (full dari ujung kaki sampe kepala)

WHOAAA!!!
Dimana restorannyaaaahhh?!?!
Dari ujung ke ujung cuman ada sayur, daging, babi, ikan yang bergelimpangan di bawah. Kaga ada restoran!

Muterin pasar itu dengan perasaan tak berdaya.
Masa’ iya udah dibela-belain kayak gini kga nemu juga? Mau maraaah kga siih?!

Entah apa yang membuat gw menengadah ke atas, memandang gedung pasar dengan dengusan lelah dan putus harapan.
Dan saat itulah keajaiban seperti ditumpahkan dari langit tepat di depan muka gw: “COOKED FOOD CENTER” tertulis di sebuah papan penunjuk.

“hyaaaahhh!!!!” sorak gw sambil nunjuk papan itu dan bergegas mendahului teman gw untuk menaiki anak tangga gedung.
Oooh, jangan tanya berapa anak tangga yang sudah kami daki selama 4 hari di Hongkong karena jawabannya adalah... mencapai RIBUAAAANNN!!! (dan FYI gw tidak hiperbolis disini!)

Tapi demi bebek, i’ll climb millions of stairs if i have to!
BRRUKK!!
Begitu gw buka pintu menuju area makanan, gw pun disambut dengan puluhan restoran.
Seperti food court, namun letaknya di pasar tradisional.
Aiyayayay... kenapa semuanya pake tulisan garis horizontal-vertikal-diagonal giniih!
Yang mana yang “WAI KEE”???

Dan gw baru kali itu merasakan cinta dan lega berlebihan saat melihat tulisan Arab membentuk kata “halal” tertera pada sebuah papan nama restoran yang letaknya di dekat pintu keluar.
AAKKKH, heaven!

Dengan bingung, gw pun memesan pada engkoh engkoh di situ.
Si engkoh pun menggiring gw untuk duduk di suatu meja dan menyuruh gw untuk menunjuk menu.
Famous Roasted Duck with rice jadi pilihan pertama, lalu gw menambah Wonton Noodle Duck.
Gak lama, si engkoh yang sama datang dan memberitakan kabar buruk bahwa si Wonton habis, dan gw pun memesan Chicken and Duck with rice.

Sambil celingukan merhatiin suasana food court, gw tergugu pada meja di belakang gw.
ALAMAAK!!
Porsinya JUMBO abis!!
Gimana gw ngabisinnya?!?!?!
Gw pun panik abis, sementara temen gw gak peduli, yang penting kedua kakinya bisa istirahat dan lambungnya bisa diisi fully tank.

15 menit kemudian, si engkoh datang membawakan si Famous Roasted Duck (ps: namanya memang begitu).
MAAAKKK!!
Beneran deh! Itu nasi apa gunung?!
BUANYAAAAAKKKKK buanget. Dan potongan bebeknya pun gede-gede.
Jadi nyesel, seharusnya pesen 1 porsi aja yaa buat berdua?

Saat temen gw menyuap menu pesanannya, dirinya pun membelalakkan kedua mata dan berseru, “enaaakkk!!!”
Gw yang penasaran pun menyendokkan nasi bebek itu. Bener. Enaaak.
Satu sendok. Dua sendok. Tiga.... Empat....

Untung gak sampe setengah porsi gw abisin, pesenan gw datang.
Combo ayam dan bebek. Rasanya liat gunungan nasi itu, gw mo nangis.
(dan kenapa juga gw pake nyemilin pesenan temen gw cobaaa!!!)

Beginilah wujud pesanan kami [note: khusus gambar famous roasted duck w/ rice, nasinya sudah habis 1/4nya *cengir*].





[the famous roasted duck w/ rice]


[chicken and famous roasted duck w/ rice]


Bagaimana enaknya si bebek?
Hmm.... tak terkatakan? Hehehe..
Sebenernya, rasa bebek itu masih bisa dipetakan di lidah gw, sampe sekarang.
Rasa pertama yang muncul adalah asin, akibat kombinasi garam dan MSG sepertinya, hahaha.
Tapi si bebek ini diguyur sedikit saus sejenis kecap yang menetralkan rasa asin itu.
Untungnya gw memesan chicken-duck adalah karena nasi gw juga ditaburi dengan daun ketumbar. Jujur, baru kali itu gw bersyukur makanan gw ditaburi daun beraroma mematikan itu. Ternyata daun ketumbar bisa jadi penetral rasa eneq yang manjur.

Selain rasa, tekstur bebeknya juga begitu lembut.
Yang paling gw suka adalah bagian kulitnya. Itu adalah “the best part”, dan gw sangat beruntung karena temen gw tidak menyukainya, jadi gw dapet ekstra porsi kulit, hihi.

Kulitnya tebel! Lapisan lemak dibawahnya gak kalah tebelnya. Hooeeehehe... ini yang gw cari! Begitu masuk mulut, wedewww!!
Garing di permukaan, tapi lemak tebal dibagian bawah kulitnya itu begitu kenyal dan meledak di mulut. Rasa lemaknya gak amis, tapi gak kecampur sama bumbu yang nempel di kulit. Waah... itu bener-bener bagian paling MUANTUAP dari seluruh bagian bebek yang disajikan deh. TOP ABEEESSHH.

Speaking-speaking tentang resto ini, eeh... dari sekian banyak restoran di futkort itu, ternyata restoran yang satu ini adalah restoran yang PALIIIIINNGGG penuh. Dan gak hanya yang memakai identitas muslim aja yang memenuhi meja kursi restoran ini. Yang pasti sih selama kami berjuang membersihkan isi piring, begitu banyak tamu yang datang dan pergi. Gak cuman pesen bebek, tapi juga kari.
Suatu saat, kari itu akan gw coba. Suatu saat...

Akh, ya... penasaran dengan nasib gundukan tak manusiawi itu?

Well, sepertinya memang benar kalo dibilang, “olahraga punya banyak kegunaan untuk tubuh”, dan salah satunya dalam kamus gw, “jalan kaki membuat GW sanggup menghabiskan nasi sebakul!

Percaya atau enggak, di piring gw hanya tersisa 5 sendok nasi, tanpa menyisakan serpihan daging ayam maupun bebeknya. Tapi kalo dihitung sama jumlah sendokan nasi saat gw nyemilin pesenan temen gw, maka impas dan itu artinya.... LUDES gw habiskan!
HOORAAAAYYY!!!!

Berhubung kami berdua cukup baik hati, kami pun memesan satu porsi “famous roasted duck” ukuran sedang, untuk dicicip oleh teman-teman kami yang tidak bernasib mujur tidak mengikuti penjelajahan kami (ato malah beruntung gak ngikutin kita dan kedua kaki mereka mati rasa seketika?hihi)

2 porsi nasi bebek dan nasi ayam-bebek itu dihargai total 48$ sementara satu porsi bebek ukuran sedang dibandrol 45$
Jangan tanya sebanyak apa itu bebek ukuran sedang, karena kenyataannya adalah BUUANYUAK!
Busyet! Buat makan 5 orang juga masih ada sisanya, kecuali klo yang makan gw, hihi!!!

Berminat untuk nyobain THE “Famous Roasted Duck” keluaran WAI KEE HALAL RESTAURANT itu?
Well, saran gw adalah kalo mo jalan kaki, turunlah di Causeway Bay MTR Station dan keluar di pintu yang mengarah ke Times Square. Dari situ tinggal jalan ke arah Bowrington sekitar 2 blok (bandingkan bila keluar di Wan Chai doongg). Begitu sampai Bowrington, langsung aja cari gedung pasar dan masukilah (kga usah keluyuran di pasar beceknya) lalu naek sampe ke lantai lima.
Voila, cari aja yang ada simbol Arab ‘halal’, dan selamat menikmati bebek halal itu ^^V

Cheers .

Buset, mentang-mentang the best part, panjang bener note-nya yaak? ^^V

Bebek ini jadi “the best part” bukan hanya karena kehalalannya, tapi juga karena perjuangan menemukannya, rasa, dan kenyataan kalo... “Gw maniak bebek” hihi.

Cheers again!
_________________________________

Wednesday, August 26, 2009

Culinary Walk pt. 4: Hongkong – Claypot Rice “Hing Kee Restaurant”

Ada untungnya juga menjelajahi tempat baru dengan modal sepasang kaki, walau itu artinya harus bawa persediaan paru-paru lebih dan counterpain segudang, hehehe.

Sepulang dari menikmati Chicken Rice Pa Don (Culinary Walk pt. 3), kami memutuskan untuk.... JALAN KAKI dari Temple Street ke Mongkok *grinning*

Apakah itu jauh?
Jawabannya tidak
Karena pada kenyataannya, jarak dua daerah itu adalah SANGAT jauh
Hahaha!
I’m so proud of my two beautiful feet!!

Anyway, gak akan cerita betapa jauhnya tempat itu, yang mau gw ceritain adalah keberadaan warung makan yang cukup tersohor seantero Hongkong ini, yang kami temukan secara tidak sengaja.

Dari Temple Street, kami sampai di daerah Jade Market, tempat yang lebih banyak menjual aneka suvenir dan barang-barang langka. Mungkin kalo direndengin sama Jakarta, sekitaran Jalan Surabaya kali ya? Tapi versi miniaturnya.
Nah, sibuk liat kiri-kanan, kami tak menyadari kalau sudah sampai di penghujung jalanan itu, yang ternyata tidak didominasi oleh tenda jualan suvenir/fashion, melainkan makanan

Agaiiinnn?!?!
Yah, terbukti memang, kalo orang-orang Hongkong itu demen buanget makan sepertinya.

Babi...babi..babi...dan aroma tubuh paman buntet berwarna pink itu terus menerus menguar menusuk indera penciuman gw. Untung, udah lumayan terbiasa, hihi.

Namun diantara aroma babi, gw mendapati aroma lain. Kayak nasi kebakar.
Lalu mulailah gw memperhatikan isi restoran/kedai yang gw lewati itu. Ternyata, berderet-deret itu adalah kedai claypot rice.
Gw belum sadar sampe gw mendapati nama, dan gambar di papan yang berdiri di depan kedai-kedai itu.

HING KEE RESTAURANT – Claypot Rice & Oyster Cake

Mata gw pun membelalak lebar, “HAAA?!?! Ini tempat yang gw cari itu!
Gila!
Sekali lagi: sebuah kebetulan yang indah!

Sontak gw ngajak temen gw nyoba, tapi secara perut masih fully-tank, alhasil kami pun menangguhkan niatan mulia itu hingga keesokan malamnya.

Keesokan malamnya, kami pun menjalankan misi mulia tersebut.

Tanpa ragu, memasuki resto berukuran sempit (sempit banget! Kayak warung baso!), duduk bersama beberapa ori yang tengah menikmati nasi dan oyster cake.

FYI, Hing Kee Restaurant ini memang kesohor di HongKong sebagai pioneer claypot rice dan oyster cake. Restoran-nya sih sebenernya hanya satu atau dua (kecil pula) tapi di sepanjang jalan itu juga disebar meja dan kursi yang gunanya buat nampung pengungjung resto yang gak ketampung.

Oke, back to what happened in that restaurant.
Disodori buku menu, gw pun memilih “oyster cake” ukuran sedang dan “chicken & black mushroom claypot rice”.
Semuanya dilakukan dengan tunjuk gambar saja, hehehe.

Tunggu ditunggu, ternyata... lama yee!

Menu pertama yang sampe di meja adalah “oyster cake” atau bahasa kerennya “dadar tiram”, hehehe.
Jadi, “oyster cake” itu adalah dadar telur dengan bawang daun yang banyak dan daging (kerang) tiram yang gak kalah banyaknya. Disajikan panas-panas dan disantap dengan soysauce/sambal.


Rasanya?
Ehm.... sebagaimana rasa dadar telor pada umumnya memang, hanya saja yang unik itu ya si tiramnya. Mungkin karna komposisi daging tiram dan bawangnya lebih banyak, maka bisa dikatakan enak, karna gak rugi ngeluarin 20$ untuk tiram sebanyak ini, hihi.

Udah ngalor ngidul ngomongin banyak hal sampe diskusi pesbuk segala (hiperbolis deh), claypot rice kga dateng-dateng. Sempet berpikir jangan-jangan dilupakan. Mana pelayannya sibuk berCecetCowet dalam bahasa nenek moyangnya pula! Jadi berasa dibodohi dan diomongin, padahal mungkin enggak ya? (ini salah satu alasan kenapa gw merasa perlu belajar bahasa asing. Biar tau kalo diomongin, trus bisa gw jawab gitu!)

Yang ditunggu-tunggu pun datang, setelah sekian lama menanti.
Satu panci kecil tanah liat yang tertutup dan dalam kondisi super panas ditangkringin di meja depan idung gw.
Penasaran, gw pun mengintip isinya: nasi yang hampir memenuhi panci, potongan-potongan besar ayam dan potongan-potongan sedang jamur shitake, dilengkapi dengan potongan daun bawang segar.
Sontak, aroma khas nasi bakarpun menggelitik kedua hidung.
Ambil poto dulu dooong!


Puas mengabadikan, gw pun mengadukaduk isi claypot itu dan aroma nasi-jamur-ayam-rempah-rempah pun makin menerjang hidung hingga menembus lambung. Napsu gw meronta-ronta ingin segera mencicipnya..

Hap!
Hmm.... enak ato lebih tepatnya unik
Rasa rempah Cina-nya kerasa (sepertinya memakai arak juga)
Tapi bumbunya kurang lekooh (dasar orang Indonesia!)
Alhasil, gw tambahin deh soy sauce, gw aduk sampe rata dan gw tutup kembali untuk sekian detik, biar lebih meresap.

Kali kedua, rasanya lebih baik dan memang jadi lebih nikmat.
Apalagi setelah sedikit dituangi sambal, biar lebih menggigit.
Sepertinya ini hak prerogratif customer yang dijunjung tinggi oleh si pemilik resto: bebas berkreasi dengan bumbu, hihi.

Gw suka dengan sensasi kematengan si nasi itu sendiri. Gak lembek, tapi juga gak keras. Kering tapi tetep lembab. Lalu bumbu rempahnya gak merusak totalitas rasa. Baik rasa nasi, ayam, dan jamur itu berdiri sendiri-sendiri tapi begitu masuk mulut, semuanya mengaduk. Biarpun udah ditambah soysauce maupun sambel, originalitas rasanya gak rusak.

Secara baru juga nyobain claypot rice, gw gak punya referensi lain, maka itu gw bilang sih claypot rice di Hing Kee Restaurant itu enak
Beberapa temen gw yang nyobain sih bilang cukup enak.

Oia lucunya lagi, selidik diselidik, temen gw ada yang pesen duck tongue claypot rice.
Tebak-tebak yang dateng apa??
Claypot rice dengan topping paruh bebek. Harganya paling mahal (mungkin karena untuk satu pot membutuhkan 10ekor bebek untuk diambil paruhnya doang yaa??hehe)
Sayang gw kga nyobain tuh karna rombongan pertama sudah selesai makan saat kami datang ke resto itu.

Anyway, claypot rice dan oyster cake itu sendiri memang jadi makanan khas di Hongkong. Ada beberapa restoran lagi yang juga menyajikan kedua menu tersebut dan tersebar di penjuru negara bekas jajahan Inggris itu. Kemungkinan besar sih rasanya gak beda jauh, tapi mungkin variasi toppingnya yang berbeda dari satu tempat ke tempat lain.

Well, lain kali kalo ke Hongkong lagi, mungkin gw harus menambahkan “berburu claypot rice” dalam jadwal, hehe.

Cheers!!

Tuesday, August 25, 2009

Culinary Walk pt. 3: Hongkong - Chicken Rice Pa Ho



Nyari makanan halal di Hongkong sama aja kayak nyari Brandon Boyd di Pasar Senen: Kagak Bakalan Dapet!
Mangsud dari kalimat hiperbolis ini adalah SUSAH.
Ada.... tapi syusyaaaa.
Apalagi yang bener-bener halal. Ke laut aja deeeh.

Setelah mengelilingi Temple Street Night Market yang sumpeeeeh... deretan restorannya itu lebih seru dibanding Ladies Market. Kalo di Ladies Market yang berjejer-jejer itu restoran babibebek, kalo di Temple Street Night Market, yang merajalela adalah seafood. Padahal kga deket sama laut juga gituloooh.

Ngelilingin jalan itu kalo kga ngiler mah kga mungkin daaah! Apalagi dengan brosur “free beer” terpajang di meja. Hmm.... kalo kga inget sama isi dompet dan Akang Hyde yang lagi ngaso di kasur hostel mah, gw udah duduk disalah satu resto itu menyantap seafood dan sebotol (ato 2?) bir daaah!!!

Biar gak makin mati keabisan air liur yang netes mulu dari mulut, gw sama temen gw pun memutuskan untuk alih langkah. Menjauhi deretan resto seafood itu, menuju satu jalanan yang lebih lengang. Tapi disitu juga deretan restoran.

Perut udah melilit euy.
Masa’ sampe tengah malem yang ngisi lambung cuma satu McChicken sama sepotong muffin? Aiiih, ini namanya diet paling sadis!
Gimana gak sadis kalo seharian: naek turun gunung, tangga dan JALAN KAKI, tapi isi perut hanya burger mungil dan muffin tak kalah imut.
Seharian bow’ demi pengiritan dalam menikmati negara orang. Ckckckck....

Saat ditengah keletihan, kelaparan dan kegilaan itu, muncullah satu papan dengan tulisan dalam bahasa cina yang sepertinya berarti: “paket hemat”
Wakakakaksss... kami jadi ahli baca pertanda selama di jalanan dengan tulisan aneh itu.

Ditiliktilik ditiliktilik..
Ini restoran hanya menyediakan ayam dan nasi dan mie.
At least, ayam-ayam montok yang bergelantungan itu tidak dibayang-bayangi paman babi.
Lalu satu lagi yang menarik perhatian kami (dan tertulis di papan itu) “NO MSG”
Hmm... makanan sehat nampaknya.
Lagian, papan itu menampilkan sesuatu yang makin membulatkan tekad kami untuk menjadikannya surga untuk memenuhi lambung kami: “Chicken Rice 20$”, “Chicken Noodle 20$”

WAAAKKKSSS!!!
Makanan muraaah!!!

Kami sempet berlalu untuk diskusi, padahal mas-mas greeternya udah berCecetCowet aja.
Dan kami pun kembali dengan cengiran lembar.

“is it kind of economic-package?”
Mas-mas itu gak bisa bahasa Inggris, jadi manggut-manggut lalu nyuruh kami masuk kedalam kedai. Kami yang kelaparan nian pun melangkah memasuki kedai kecil yang aiiih... rame loh bow.

Mba-mba pramusaji, tanpa nunggu, langsung menghadiahi kami 2 gelas teh tawar. Gw pun tanpa malu bilang, mau menu yang di papan itu. Si mba manggut-manggut dan langsung menyampaikan pada si pemasak yang berada dibalik dapur. Dapurnya termasuk open kitchen, jadi bisa kita liat.

Cepet banget!
Gak sampe 10menit, udah nyampe pesenan kami.

Nasi ayam. Dan.... mie ayam? Hehehe...
Beginilah tampaknya....





Yang ijo-ijo itu, bukan wasabi, tapi daun ketumbar+sereh+jahe dihalusin buat netralin rasa.

Nah...
Rasanya sendiri?
Jujur? PLAIN.
Karena gak pake MSG kali yee?
Untung ada soysauce dan kecap ikan. Lumayan ngasih rasa laah.
Tapi emang gak berlemak sama sekali.
Kuahnya bening.

Untuk seharga 30ribuan sih, bisa dibilang ini makanan MENGENYANGKAN sekali. Porsinya besar. Potongan ayamnya banyak, sampe udah bosen. Segitu udah paket hemat yang dikurangin porsinya looh...
yang asli? Wudieeewww, buanyak tapi dapet sayur sawi juga.

Lumayan mengenyangkan dan lumayan juga ‘cukup’ halal hehehe....
At least, jadi bekel yang lumayan mengganjal dan mampu menyokong kaki dalam menapaki Nathan Road kembali ke Mongkok yang nota bene, jaraknya itu.... 10 kiloan ada kali ye? Jarak 3 station MTR lah. Pastinya saat kembali memeluk Akang Hyde, perut gw masih terasa pas kepenuhannya. HAHAHAHA!!!!

Kedai chicken rice yang satu ini sih gak termasuk yang recommended banget. Walau saat nyobain chicken rice punya temen yang dibeli di suatu tempat di Mongkok, ternyata punya Pa Ho itu lebih enak chicken rice-nya.

Buat yang merasa perlu untuk mengurangi MSG dan secara di Hongkong semua masakan MSGnya segudang, naah... resto ini bolehlah disambangi. Apalagi kalo pas lagi belanja di Temple Street Night Market. Adanya di suatu jalan antara Jordan MTR Station sama Temple Street. Gw juga gak tau nama jalannya, hahahaha!!! Gini nih, kalo ngandalin kaki sama idung doang buat menuntun langkah.

Tapi kedai chicken rice sendiri (bukan cuman punya si Pa Ho itu yaa) tersebar kok, tinggal perhatiin aja, si paman babi yang gempal itu ikutan mejeng di etalase ato enggak. Yaah, setidaknya gak keliatan jelas banget gak halalnya gitulaah. Masalah si ayam dimatiinnya dibacain ‘Bismillah’ ato enggak mah itu udah jelas banget enggak kan? Mungkin aja si pejagal ayam matiinnya dengan ngebanting si ayam dan teriak, “mati loe!” hahaha!


Cheers anyway!

Culinary Walk pt. 2: Macau – Margareth Nata de Café

Masih di Macau.
Dikasih tau café yang satu ini sama pemilik hostel Auguster’s Lodge saat pertama kali ke Macau. Gara-garanya penasaran sama egg tart bikinan Lord Stowe yang ternyata kalo dari kota Macaunya tuh JAUUUUHH (karena letaknya di Coloane, ujung-ujungan katanya).

Nah, menurut Richard (si empunya hostel itu), justru di Margareth ini egg tartnya lebih enak dari Lord Stowe. Nanya alamat sama si Richard, dia bilang, “ya ampun, deket kok. Di jalan bla bla bla, di belakang hostel ini.” (ya situ bilang deket, apan situ tinggal di kota ini, lha kita mana tau!)

Entah mengapa kami melupakan informasi itu.

Baru setelah balik dari Hongkong kami kembali lagi ke daerah Senado untuk beli oleh-oleh, mendadak pas mo nyebrang jalan, gw mendapati papan nama kecil dari triplex dengan tulisan “Margareth Nata de café”.
Sontak, gw teriak, “Mba! Margareth!
Tanpa pikir panjang, kami pun menyusuri gang kecil sesuai petunjuk triplek itu. Dan sampailah kami ke sebuah kedai bakery sederhana dan rumahan banget. Letaknya emang nyempil, di dalem gang yang sekelilingnya gedung pertokoan. Begitu terisolasi dari jalan raya.

Apa yang kami pesan?
So pasti: 2 egg tart, 1 prune cake dan 2 hot tea
Dirogoh-rogoh recehnya deeeh (secara udah bokek dari Hongkong!!)

Duduk di beranda Margareth, yang pertama digigit adalah egg tart.
Rasanya?
DUILEEEEHHH....
Langsung jatuh cinta gw!
Pastrynya begitu renyah, dengan rasa gurih yang pas.
Dan puding custardnya... lembuuuuttt melumer di lidah.
SEMPURNA!!
Seandainya recehan untuk naek bis masih sisa banyak, tentu gw akan bawa bekel ke bandara. Sialaaaan!!

Bagaimana dengan prune cake yang dipesan?
Gak kalah menyenangkannya. Rasanya gak terlalu manis. Perbandingan gulanya pas, gak matiin manis buah prune itu sendiri. Pokoknya TOP.

Waah, ini namanya blessing in disguise!
Gak kecewa deh.

Lucunya, saat kami perhatikan bangunan yang membelakangi kami, barulah kami menyadari kalo.... café ini letaknya MEMANG TEPAT di belakang hostel itu bila kami masuk dari gang berlawanan dari jalan yang tadi kami tempuh. Aiiih mo mateee. Hanya saja karna masuk gang, jadi gak keliatan dan kami terlalu gak yakin sama gang-gang gelap di negara orang. Aakkkh, ternyataaah!!!

dan setelah gw balik ke Indo, lalu browsing, ternyata justru induk Lord Stowe itu adalah si Margareth itu sendiri. Pantesan enaaakkk!!

Gw sudah membuktikan kenikmatan Margareth dengan dua perbandingan egg tart keluaran toko kue "KOI KEI Pastelaria" (yang beken mampus di Macau) dan keluaran kedai sepanjang Senado. Ternyata kerenyahan pastry dan kelembutan puding custardnya itulah yang jadi JAWARA dari Margareth.
Hmm.. yummy.

Kali kedua gw ke Macau, café ini jadi tempat perhentian terakhir dengan flag WAJIB KUNJUNG.

Sepotong egg tart, sepotong potato pudding dan sepotong prune cake hadir menemani sambil mengistirahatkan kedua kaki yang mulai membengkak dan mengeras itu.



(ki-ka: prune cake, potato pudding, egg tart)


Akkkh, potato pudding itu menu baru yang gw coba. Rasanya? Uuggghhh.. Oiishi neeee!!!
Manisnya pas, gak bikin terlalu kenyang dan lembut. Sebenernya rasanya kaya kue lumpur, hanya saja yang ini adonannya dituang kedalam loyang dan dipanggang (tidak dicetak-cetak bulat kecil gitu) dan perbandingan kentangnya juga lebih banyak dibanding tepungnya, jadi masih kerasa kentangnya.

Gw bisa bilang kalo kedai kue homemade yang satu ini berada dalam daftar MUST TRY.
Karena kue-kuenya enak semua dengan rasa, dan tekstur yang PAS.

Dan harganya pun cukup reasonable dengan potongan sebesar itu. Maksud gw, cake dan potato pudding itu bisa dihabiskan untuk berdua kok!
Berapa harga kue-kue itu? Berkisar antara 7$HK - 8$HK

Kalo ke Macau mau nyobain egg tart yang enak pilihannya emang cuman dua: Margareth Nata de Café atau Lord Stow. Bisa pilih salah satu ato keduanya, buat perbandingan. Gw sendiri, sampe kali kedua ke Macau, belum nyobain Lord. Mungkin suatu saat balik lagi dan bisa mampir ke Coloane khusus buat egg tart tersohor itu. Amiiiieeeennn...

Selamat nyoba buat yang rencana ke sono ^^

Cheers!

Friday, June 12, 2009

Culinary Walk pt. 1: Macau – Hot Milk Pudding


Dari pertama kali ke negara yang satu ini, gw sama TEN, udah penasaran sama kedai yang terletak di ujung mulut Senado Square itu. Alesannya?

>> karena kedai ini selalu PENUH (well oke, kedai mana sih di Macau yang GAK SELALU penuh?!)
>> karena di etalase toko ini ada lemari pendingin segede bagong yang isinya mangkuk-mangkuk putih dengan isi yang juga putih. Mangkuknya BANYAAAAAKKKKK buanget.
>> karena seluruh hiasan kedai ini adalah SAPI: poto sapi, patung sapi dan aneka jenis pajangan laennya yang menampilkan si sapi ini!

Namun sampai hari terakhir kami di Macau, kedai ini tak juga kami sambangi. Alasannya?

>> karena ragu akan kehalalannya
>> walau gak mungkin, tapi kami sempet begok berpikir “mungkinkah itu patung babi sebenernya?!”
>> karena males ngantri begitu liat jubelan orang yang berkerumun di pintu kedai
>> karena takut harganya mahal.
>> karena kami pada dasarnya kehabisan duit.
Eiiiitttsss!!
TUNGGU DULU!!
Butir 4 dan 5 harap dihilangkan, menurunkan derajat dan martabat saja!!!

Oke, balik ke cerita intinya (emang ada intinya?)
Nah!!
Kemarin, kali kedua gw ke Macau bareng beberapa temen kantor, gw membulatkan tekad, “kedai rame bin mbludak itu harus seenggaknya gw cari tau dia jualan paan, dan gw harus pastiin kalo patung itu BENAR adanya seekor SAPI bukan babi dicat putih item dan disuntik hormon pembesar.” ^^V

Lalu, setelah kesasar dan harus berJALANKAKI selama 2 JAM (maapkan mb NUUII^^V) gw pun memantapkan hati dan kedua kaki ini untuk melangkah ke kedai itu.

Masuk.
Dan ternyata.... baru buka!
Masih KOSONG.
Begitu masuk, disambut dengan CecetCowet pramusajinya yang tak kami mengerti (karena dalam bahasa Cina)

Akh ya, patung di meja resepsionis itu BENAR adanya seekor SAPI. Dan poto itu, benar juga sapi raksasa dengan payudara MUONTOK-MUONTOK (dan dipastikan bukan babi disuntik hormon ^^)

Pramusaji kembali berCecetCowet, dan gw pun berujar, “MILK?”
Lalu dirinya pun manggut-manggut.
“Two,” ujar gw sambil ngangkat jari bikin angka 2. “MILK”
“okay, okay” si pramusaji menggiring kami ke satu tempat duduk.
“HOT? Cold?” tanya pramusaji lagi.
“HOT! TWO HOT MILK”
“Ooh, okay okay”

Dia pergi ke dapur, kami ditinggal bengong, duduk berhadapan dan memandangi sekeliling kedai itu. Banyak sapi. Bau susu.
Tapi.... bercampur juga dengan bau babi.
Eh, ternyata ada yang pesan bacon dan mie babi diseberang sana HAHAHAHA (kehalalan sangat diragukan nampaknya)

Bengong liat kiri, liat kanan.
Susu gak dateng-dateng, sementara ibu-ibu pemesan mie babi sedang menikmati tiap untai mie sambil merem melek (iyalah, kalo merem terus mah tidur kali).

Apakah sapinya diperah dulu?
Tunggu ditunggu, tetap tidak kunjung datang.
Mati gaya.
Liat daftar menu aja!
Sia-sia. Semua dalam tulisan garis horisontal-vertikal-diagonal.
Gak ngerti!
Yang tau cuma deretan angka yang mengikutinya 16$... 20$... 7$... 14$

Hmm.... *garukgaruk*

Hampir 30 menit berselang.
UNTUUUUNGGG!!
Pramusaji datang dengan membawa dua.....
gelas?
BUKAN!
Mang-kuk.

2 mangkuk kecil porselein warna putih dengan 2 sendok bebek juga dari porselein.
Keduanya panas.

Kami melongok kedalam isi mangkuk itu.
Whoa!!
Susu itu menciut!
Dan.... mengental?





Ternyata, kalo pesen susu panas, di Macau atau Hongkong itu yang disodorin adalah pudding susu.

Jangan tanya bagaimana proses pengentalan (yang makan waktu cukup lama itu!) susu itu, karena nanya harga aja sama pramusajinya pake bahasa isyarat kok. Yang pasti susu sapi yang putih nian serupa dengan mangkuk dan sendoknya itu, mengental bagai puding, begitu halus dan tercipta sedikit lapisan air di bagian atasnya.

Kami mengasumsikan, mangkuk-mangkuk di mesin pendingin itu berisi biang puding susu ini yang berasal dari kepala susu kental. Lalu entah bagaimana caranya, dikentalkan hingga membentuk pudding (mungkin dengan bantuan minyak babi?HAHAHAHAHA!!!!)

Nah, bagaimana rasanya?
Hanya satu kata: UUUWEEEEENNNNAAAKKKK!!!!
Manisnya pas. Kekentalannya juga pas. Melumer dengan sempurna di lidah.
Dan santaplah selagi panas, karena kalau dingin bisa mencair dan pisah-pisah sama lapisan airnya.

Harganya?
Untuk satu mangkuk kecil puding susu panas dibandrol harga.... 16$ ...... SAJAH *cynically mode: ON*
(seumur idup, gw baru makan puding seharga hampir 30rebu!!! Untuk semangkuk kecil pulaaak!)

Berminat nyobain?
Kalo iseng-iseng judi di Macau, redakanlah stress akibat kalah taruhan dengan menyeruput pudding susu ini, hehehe. Tempatnya gampang banget ditemuin. Tinggal ke Senado Square. Jejerannya kedai Starbucks Senado. Letaknya sebelum Tourism Information Center (kalo dari depan), deket money changer. Pokoknya kedai dengan hiasan sapi deh (dan selalu PENUH)

Selamat menikmati!
Ditanggung pengen lagi dan lagi dan lagi.
Tapi itu artinya, harus KAYA :D

__________________________

Posted a while ago in my Facebook note

Friday, April 17, 2009

Art of traveling: LOST


And by saying LOST, I mean in both way: in translation and in direction


Those two are what you’ll get when you’re roaming a new place from corner to corner and before you start wandering, you’d told your brain to take a fully vacation and let your feet do the thinking. Just let your feet decide what to do and where to go. And to add here, the map, as your second life, is completely set inside the bag and you insist your brain not to tell your hands to pick it up. So practically, you’re just wandering around, aimlessly. Or should I say the only aim you have is to really experience the new life by letting yourself lost.


But that’s the fun of it (traveling I mean). And I love experiencing that kind of art. That’s why often time I choose to walk rather than taking bus or MTR/MRT or any other transportation. That way, I can see many, hear a lot and taste numerous kinds of tastes. You’ll find lots and lots of things that you’ve never expected before; local habits, local dos and don’ts, even stepping on a different contour land.


Those things fascinate me a lot.

This may take hours and in the end, you’ll find yourself completely lost (in direction) and need an assistance, but what will you get when you’re traveling to the country where English becomes the third… or fourth… or even fifth language? Exactly! Lost in translation.

Sometimes, they even freaking out waving their hands avoid answering and shouting “no English, no English!” and leave you completely confused by their responses or probably wondering whether your appearance resembles bad guy/girl. I once even made a young girl desperately crying for she couldn’t help me pointing the way back to my hostel, thou I didn’t push her to show me the direction. I tried to chill her out, but she felt so guilty, so between her crying, she led me to the nearest hotel, asked the receptionist to guide me back. Poor her.

It is fun thou, having yourself lost in both terms and take times just to wander around, anonymously, aimlessly; capturing every single new kind of thing. I always call it a privilege to a traveler and I would LOVE to experience it again one day, hopefully soon.

So once you have the chance to travel around, be sure to experience the art of traveling: LOST. And enjoy every single step you take for it may only come once.

Cheers!

_____________________________

Side note:

Some times ago, I posted this in my MySpace’ Blog.
I came to a decision to post this as I was re-reading the whole traveler’s journal editions I had written here. Pretty much missing every single step I leave behind. And oops, I still have few parts left to write and publish here soon. Well, maybe this weekend I’ll finish it.

Anyway, I probably not a true adventurer, but it is true that once you get a chance to experience new place, it’s better to let yourself LOST, because somehow you’ll find many interesting things. Probably things that won’t ever happen (again) to you if you hadn’t been lost at the fist place.

Enjoy the art of traveling and may you find yourself.
Hmm… just like tag line in the film Australia does:
sometimes you have to get lost just to find yourself
(nice…..!!)


Cheers again!!!

Wednesday, April 08, 2009

The Traveler’s Journal 3rd Volume “Enjoy Asia” Intermezzo: Perjuangan Mendulang ‘emas’ di HMV Hongkong



Yap! Jauh-jauh ke Hongkong cuman buat ke toko musik?
Betul sekali!

Tapi HMV bukan sembarang toko musik. Jaringannya cukup luas dan isinya sendiri boleh dibilang lengkap, terlebih HMV Hongkong cukup lengkap untuk koleksi kitaran Asia. Banyak CD atau DVD artis Asia yang gak masuk ke toko musik Indonesia, tapi bisa ditemuin di toko ini.

Berdasarkan info juga, HMV itu tersebar di negara-negara: Inggris & Irlandia, Canada, Singapura dan Hongkong. FYI, HMV Japan gak lagi dibawah HMV Group (udah dijual), itu juga berdasarkan info dari Om Wiki.
Di Hongkong sendiri outlet HMV ada di 5 atau 6 tempat, salah satunya, ada di daerah kitaran Haiphong itu. Makanya, gw pun menjadwalkan lawatan khusus ke HMV ini setelah dari Avenue of Stars dengan satu tujuan mulia.

Tujuan gw yang sangat mulia itu adalah “membeli 2 DVD L’Arc~en~Ciel Are You Ready Mata Heart Ni Hi Wo Tsukero in Okinawa dan Theater of Kiss

Kenapa di HMV Hongkong?
Karena harganya setengah dari harga yang musti gw bayar kalo gw maksa punya saat release dan keukeuh shipping dari Jepang. Klo shipping harus bayar 7680¥ untuk satu DVD, klo di sini, cukup 210$HK saja satunya.

Hmm... gak masalah deh tulisan Made In-nya Hongkong (bukan Jepun) dan kenyataan bahwa gak dapet merchandise seperti klo kita beli pre-sale, yang penting kan... GW PUNYA DVD LARUKU!!!! Hahaha!!! Buseett, udah nabung buat ngoleksi seluruh DVD Laruku dari sejak kerja 5 taon lalu, kaga juga kebeli saking gak tega shipping dari Jepun, sampe-sampe ntu pundi Laruku udah gw bocorin buat ini itu, haha!!

Tapi eh tetapi, klo ngandelin ingatan gw buat nemu toko HMV itu, ternyata hampir bikin kami kesasar (yea, what’s new??). Secara dulu, pertama kali ke Hongkong, gw nemu HMV itu juga gak sengaja, gara-gara kesasar juga tepatnya sih. Jadi kga merhatiin nama jalannya, gak juga merhatiin disain toko ato ancer-ancernya.Dulu yang penting mampir en numpang denger CD gratis, sambil secara udik nyobain touchscreen option nyari CD/DVD disitu, hahaha dasar bekpeker norak!

Setelah hampir ngitarin tempat yang sama 2 kali, akhirnya gw menemukannya sodara-sodara!!! Hurraaay!!

Begitu masuk HMV, rasanya gw berada sekian jengkal dekatnya dari takdir gw bertemu akang Hyde dan sobat-sobatnya itu. Kluyuran tiap row, sampe pusing, kok gw kagak nemu-nemu ya? Deretan musik Jepun sebelah mana sih? Dengan sabar, gw ngitarin toko yang luasnya sekantor gw itu (ini kantor gw yang kecil, ato HMVnya yang gede yaa?) dan level excitement gw pun berangsur melemah. Bahkan hampir redup dan mati.

Temen gw yang prihatin akan kesehatan mental gw pun membesarkan hati, “coba tanya deh.
Alhasil, gw pun menurut dan nanya ke mba-mba di kasir, “do you have Laruku’s DVD?” (gw memakai Laruku, karena gw pikir mereka seperti Jepun people yang kga bisa bilang L’Arc~en~Ciel)
Si mba-mba menatap gw bingung, “what?
Laruku. Laruku’s DVD,” gw keukeuh pake ‘Laruku’
Ohh! DVD? Upstairs. All DVD is upstairs.

Gw bengong.
Busyet! Kantor gw berarti kecil buanget ya? HMV masih punya satu lantai lagi di atas?! Kok gw dulu gak nyadarin itu ya??? Ckckckck... norak banget sih gw! Tuhaaannn!!!

Jreng jreng!!!
Dan benar saja! Semua DVD memang ada di atas.
Tapi semuanya DVD film yang nota bene, kga ada tuh section DVD musik. Mo nangis rasanya. Takdir yang tinggal sejengkal itu, nyatanya akan pupus tak bersisa.

tanya lagi deh Put! Masa’ kga ada sih? Lo udah browsing kan?” dukung temen gw gak putus asa.
udah browsing! Sampe udah tau harganya segala kok! Apa itu khusus item buat online shopping ya?” ujar gw sambil ngiterin tiap row.
Udah hopeless, gw pun menuju kasir lagi, nanya mba-mba kasir lantai 2.
Excuse me, do you have Laruku’s DVD?” tanya gw.
Hmm?” mba-mba itu menelengkan kepalanya, dan mendadak gw sadar akan kesalahan gw selama lebih dari 15 menitan itu...
I mean L’Arc~en~Ciel DVD,” koreksi gw cepat.
Akh! L’Arc~en~Ciel!!” seru si mba itu, “downstair, and you can find it at the Korean Japanese Music section.
But I’m looking for the DVD not CD,” gw meyakinkan si mba-mba itu, jangan sampe gw harus naek turun lantai karena salah ngerti lagi.
Yes I know. The DVD is side by side with the CD. We put them together. It’s in the row C,” perjelas mba-mba itu sebelum kewalahan ngurusin seorang pelanggan.

Haiyaiyaiii...
Jangan-jangan tadi waktu gw bilang “Laruku’s DVD”, mba-mba yang dibawah mikir gw nyari pelem horor keluaran Thailand lagi yaa?? Hiiiisssss!!!

Dengan harapan yang sudah meredup dan perasaan, “sudahlah, kalo gak ada juga, berarti emang gak jodoh”, gw pun menyusuri kembali row per row lantai bawah toko itu. Dan ternyata, ada satu bagian yang belum gw perhatikan benar-benar, yaitu di bagian belakang. Gw sambangi daerah itu, dan memang daerah Korean-Japanese.

Akkh!! Japanese Band!! Itu diaaa section-nya!! Sorak gw girang dalam hati saat lihat ada beberapa artis Jepang yang gw kenal namanya, terpajang disitu.
Gw langsung menghambur ke satu lemari dan tanpa perhatiin sekitar, ndeprok (duduk) di lantai HMV memilah-milah satu per satu DVD dan CD yang ada disana.

Jantung gw mulai gak tentu berdegup. Adakah?? Adakah???
Kenapa semuanya Arashi?? Oooh... Laruku kau kemana???

Temen gw yang liat gelagat panik gw pun menghampiri.
Ada put?!
Gak tau! Semuanya kenapa Arashi dan Kat-Tun siih??” rengek gw kesal, sementara temen gw pastinya gak ngerti apa maksud dua kata Jepun yang gw sebut barusan.

Namun sepertinya, Tuhan sudah cukup mengisengin gw maka Beliau pun dengan baik hati menyembulkan sinarNya diantara lemari itu.

Akkkh!!!” sorak gw tertahan saat melihat cover bertuliskan Theater of Kiss. Tinggal satu!!!
Cepet-cepet gw tarik dan gw peluk, kayak nemu anak gw yang ilang aja...
Temen gw sampe cengok liat kelakuan gw, “itu doang?!
Gw geleng-geleng, “ada dua sih, tapi... gak tau ada apa enggak.
ya udah, cari lagi aja,” dukung dia yang baik hati itu.
Dan cover pink/ungu muda itu pun mencuat dalam pandangan gw.
AYR!!” pekik gw tertahan lagi dan meraih DVD itu, memasukkannya dalam pelukan gw, bersama dengan Theater of Kiss.

Mungkin, kalo ada yang liat kelakuan gw waktu itu akan berpikir, “ni cewek baru keluar dari RSJ mana ya? Norak ato gila beneran sih sebenernya?” HAHAHA!!!

udah? Yakin?” pertegas temen gw yang geli sendiri liat kelakuan gw itu.
Gw masih menatap nanar pada deretan DVD Laruku di jejeran itu. Tersempil diantara Ayumi dan entah band Jepun apaan lagi karna gw gak merhatiin dengan jelas.
Ada beberapa lagi DVD Laruku yang belom gw punya seperti deretan Chronicles 1-4, Awake... akkkh, tapi kan gw gak se-kaya itu! Mo bayar pake paan? Belom lagi si Laruku ini mo ngeluarin DVD Live in Paris sama L’7 Documentary... waaakkkss!! Laruku emang satu-satunya band yang bener-bener sanggup bikin gw mati miskin! And all those photos books.... *sigh*

Sekali lagi temen gw mempertegas, “beneran nih? Mumpung di HMV.
Gw menatap dirinya nelangsa, tega banget siiih???
Akhirnya, gw pun manggut-manggut, “udah kok. Yuk.
Daripada gw beneran gila dan diangkut ke RSJ Hongkong gara-gara pengen semua DVD itu tapi kga sanggup bayar???
Untung banget kga nemu MONORAL disitu, kalo iya, bisa miskin mampus beneran dah gw ^^V (nampaknya MONORAL hanya menjual di HMV Japan tidak di HMV Group, hiikkss)

Dan dengan baik hatinya, temen gw itu minjemin kartu kreditnya yang jatuh temponya itu masih lama. Kalo kartu gw sayangnya jatuh cycle di tanggal 15, sementara kala itu adalah tanggal 13, kalo gw pake kartu gw, artinya gw beneran miskin di akhir bulan. HAHAHAHA!!!

Keluar dari HMV dengan garis senyum memenuhi wajah dari ujung ke ujung. Lebaaaaarrr banget! Dada gw juga sepertinya begitu luas dan hati gw membengkak besar saking bahagianya.
Dan temen gw, menawarkan satu hal yang hampir bikin gw pingsan di tempat, “kita jalan kaki yuk ke hostelnya.

HHHAAAAAAAA?!?!?!
Itu satu hal yang gw gak sangka akan keluar dari mulutnya.

beneran?!” pertegas gw setengah gak yakin.
iya. Jauh gak?”dia pun sebenernya ragu.
ya jauhlah. Kata peta sih 3 kiloan. Tapi gw juga gak tau. Mongkok – Tsim Sha Tsui.... 4 stasion sih.
sepanjang jalan, toko semua kan?
sepanjang Nathan Road sih emang toko.

FYI, yang namanya Nathan Road itu panjangnya mungkin 20 kalinya Jalan Sudirman (jakarta) deh, pokoknya puanjaaaangg buanget dan sepanjang itu juga isinya adalah... TOKO. Aneka toko dah. Jalan itu juga yang menghubungkan Mongkok dengan TST.

Dan diputuskanlah... TST-Mongkok ditempuh dengan.... KAKI.
Ckckckck....

Sempet nemu satu spot lucu soal pet yang jadi layar halte bis.
Kata-katanya: “PETS ARE FOR LIFE. THINK BEFORE YOU HAVE ONE



Sayangnya gak bisa full masuk target kamera, kepotong. Dan kalo gw ikutan pose, jadi gelap. Padahal ada tuh yang gw berdiri disamping kelinci dengan gaya mirip binatang-binatang itu, sampe diketawain sepasang Ori yang juga ikutan moto iklan layanan masyarakat ituh.

Back to the journey, setelah dijalani, ternyata kok gak nyampe-nyampe ya ke hostel? Gw pun memutuskan untuk naek MTR aja di Yau Ma Tei yang notabene sebenernya tinggal sejengkal lagi dari Mongkok, tapi daripada kaki potong sebelom gw nyicipin jalan kaki di daerah Central dan Wan Chai, maka kami pun hop in the next train dari stasion Yau Ma Tei dan sampe di hostel 10 menit kemudian.

Sampe gw tidur, senyum lebar ini masih membekas di wajah dan kedua DVD itu pun terbungkus rapi dalam kantong HMV, di dekat gw. Ckckckck....

______________________________
Bestfriending with the ears: Laruku past times hehe

Setelah sekian lama diacuhkan, gw pun memutuskan kembali dengan traveler’s journal ini^^
Masih ada sekian part yang nunggu publish, tapi blm sempet aja mo dibawa (buat numpang internet gratisan di kantor) haha!

ps:
much much thanks to juicy; buat nemenin kesasar demi nyari HMV, bantuin nyari dvd-2 itu, membesarkan hatiku biar gak nyerah, dan tentunya, minjemin kartu kreditnya, hehehe...^^V

Cheers!

Friday, March 27, 2009

The Traveler’s Journal 3rd Volume “Enjoy Asia”Part 5 – Hongkong: Awal Perjalanan Sepasang Kaki ~ Giant Buddha, Disneyland Hongkong, Symphony of Lights

Entah karna atmosfirnya yang nyaman atau karna tubuh gw membutuhkan istirahat, gw tidur begitu pulas, sampe baru bangun sekitar jam 6 waktu Hongkong. Wuaaah, badan gw rasanya seger begitu bangun. Mungkin juga karna perasaan excited mau berkunjung liat patung Buddha yang besar itu.

Setelah ritual pagi seluruhnya dilaksanakan, kami pun berangkat dengan menggunakan MTR. Dari Mongkok Station sampai ke Lai King dan pindah ke jalur Tung Chung. Cukup jauh juga perjalanannya dan menghabiskan hampir 20$HK (setidaknya, itu yang ditunjukkan pada layar Octopus Card).

Selama perjalanan, gw asyik memperhatikan gaya fashion penduduk Hongkong. Semuanya chic. Gak pandang kelamin, kga juga pandang usia. Cukup enak dilihat karna biarpun laki-laki mengenakan tas feminim, tetap terlihat kalau dirinya LAKI, hee... bishounen versi Hongkong ternyata oke juga, ^^

Hampir 40 menitan perjalanan dari Mongkok ke Tung Chung. Dari Tung Chung, jalan sedikit keluar dari kawasan mall dimana station itu berada di bawahnya, kami sampai di areal Cable Car Ngong Ping 360. Selagi jalan, mendadak didekati petugas cable car, dan sepertinya gw memang tidak familiar dengan English versi Hongkong (kebayang dong, Engrish versi Jepang bikin gw kek paan lagi bingungnya yaak?!) karna butuh sekian menit buat gw mencerna kata-kata petugas itu, “cable car or bus?” wakakakaks!!

Selama antri, mendadak ada ibu-ibu promosi bis NLB (New Lantau Bus) dimana dengan membayar 81$HK, kita bisa naek cable car pas berangkat, naek bis ke Tai O Market (yang menurut ibu-ibu itu, “it’s a beautiful place”), lalu kembali ke Tung Chung dengan bis lagi.
Well, dibanding dengan PP cable car 96$HK cuman keluyuran di Ngong Ping Village doang, alhasil gw pun setuju untuk menjelajah lebih jauh lagi. Semua temen gw pun setuju, maka diutuslah gw (as always) sebagai duta ngurus tetek bengek begituan.

Kelar gw bagi-bagi tiket, kami pun antri lagi buat dapet kartu naek Cable Car Ngong Ping 360, gw yang ngantriin dan mendapat counter seorang mas-mas ori (hell-ow?! Semuanya juga Ori nikennn!! Lo kga perlu nekanin dia ori apa kga!! Begok niih).
Saat bengong nunggu mas-mas itu kelar ngetik-ngetik sesuatu, mendadak dia nanya, “where do you come from?”, dengan wajah serius menatap komputer.
Untungnya, saat itu gw udah mulai bisa menyelaraskan kerja telinga dan mata dalam mendengar dan membaca gerak bibir, “Indonesia,” jawab gw.
Mas-mas itu manggut-manggut dan tersenyum, “Chinese or Indo?” tanya dia lagi.
Sumpah gw penasaran apakah semua orang ditanya begituan yaa? Apa ada sensusnya gitu?
Indo,” jawab gw lagi masih dengan tampang begok.
Dia pun menumpuk beberapa kartu dan menatap gw, “but you look like Chinese.
Gw hanya angkat bahu, “what’s new?” dan nyengir.
Dia menyerahkan kartu itu, tersenyum lebar, dan berujar, “have a nice trip.
Gw bales senyum, “have a nice day too.

Hmm... inti cerita dari paragraf diatas adalah.... gw pantes banget jadi warga kitaran Cina. HAHAHA!!

Eniwei, ngantri naek cable car aja udah nemu hal-hal yang aneh, ada bule bawa sekantong kresek jeruk, ada bule laen yang bawa carrier (mo naek gunung, mas?), ada kumpulan bapak dan ibu yang dandy, macem-macem dah, lucu juga. Sempet berharap satu cable car sama bule dengan sekantong plastik jeruk itu, selaen penasaran jeruknya buat paan, lumayan juga buat pemandangan selama 45menitan di langit, hihi.

Begitu naek cable car, satu yang kami semua notice: peringatan bahwa akan ada KAMERA yang menjepret ekspresi kami dengan cable car.
Sumpah! Sepanjang itu cable car mau meninggalkan station awal, kami udah panik nempel di kaca jendela demi masuk jangkauan foto dengan pose yang aduhai, ckckck... banci kamera dasaran emang!
Nyatanya, kamera itu tidak terpasang di station awal, pfffttt.

Selepas cable car meninggalkan station, waaah.... jangan ditanya deh gimana rasanya terombang ambing di ketinggian ratusan meter dari tanah dan entah kapan selalu bisa aja itu cable car nyemplung ke bawah laut, hihi. Amazingly freaking out!


(awal petualangan ratusan meter dari atas tanah)

Tapi dasar banci kamera, begitu liat kamera, kami tak lagi menghiraukan kenyataan itu. Malah sibuk cari posisi, dan sepertinya sih, hanya cable car kami yang oleng kiri dan kanan mengikuti kemana beban terpusat akibat kelakuan kami pasang aksi. Hmm....



(sebagian kecil aneka pose di cable-car)

Pemandangan dari cable car gak bisa dibilang gak indah, karena kenyataannya bagus. Hebat juga, karena cable-nya aja puanjang buanget. Udah nyebrangin selat, nyebrangin pegunungan juga. Sampe sempet-sempetnya liat seekor falcon menyambar seekor tikus tanah.

Namun yang lebih menakjubkan adalah, kami mendapati beberapa gelintir orang yang melakukan trekking menuju Giant Buddha. Sumpah! Mereka jalan kaki menyebrangi pegunungan yang entahlah kalo gw yang disuruh jalan, mungkin bakal ngabisin waktu seminggu baru nyampe di patung itu. Kebanyakan istirahat sama bengongnya, hahahak!

Sekian meter menuju station pemberhentian, cable car yang kami kendarai kembali oleng. Kenapa? Karena itu tandanya kamera station akan mengabadikan moment kami naek cable car Ngong Ping 360. Semua pun langsung menajamkan radar sadar kameranya dan siap memasang aksi even itu sekian menit sebelum cable car menyentuh ujung station dan blitz kamera mereka berkilatan. Sampe kering gigi ini, hahaha!

Ctaaarrr!!!
Blitz itu menyala dan nampaknya, pose kami cukup bagus. Makanya, begitu turun, tanpa ba bi bu, langsung purchase hasil potonya.

(hasil jepretan poto di station ngong ping 360)

Dan gw pun menemukan satu set bookmark keren dibuat dari sandalwood dengan disain Ngong Ping 360 di souvenir shop tempat ngambil hasil poto itu.

Saat keluar dari souvenir shop... wuaaahhh!!! Langsung disambut dengan pemandangan si Giant Buddha yang megah di atas pegunungan, duduk menghadap ke daratan China. Gw dan 2 orang temen gw gak mau melewatkan moment itu, langsung deh mode norak berkilatan penuh semangat.
Tiap spot bagus ada sekian pose yang gak kalah ramenya, ckckck....





(suasana di ngong ping village)

Di kitaran daerah Ngong Ping – Giant Buddha, udaranya sih cukup terik, tapi anginnya dingin dan kenceng. Jadi menurut gw kawasan ini adalah kawasan untuk topi, kaca mata hitam dan bebas jaket, hihihi.

Melangkah sepanjang Ngong Ping Village yang panjangnya cuma sekitar 200-300 meteran mata ini dimanjain sama deretan toko souvenir. Kalo gak inget-inget, bisa beli aneka miniatur dah disitu dan pulang ke Indonesia resmi sebagai gembel Sudirman, haha!

Jalan kaki, jalan dan jalan dan sampailah kami di ujung tangga masuk menuju the Greatest Giant Buddha. Baru nyadar, ternyata jalannya jauh juga yaa? Hihihi....

Di awal tangga masuk aja, udah sibuk berpoto-poto ria.


(aksi sebelum sesi penanjakan)

Lalu dengan membesarkan tekad sekaligus memberikan dukungan moril penuh terhadap kedua kaki, kami pun melangkah menaiki ratusan anak tangga menuju puncak dimana Giant Buddha itu duduk dengan megahnya.
Et daaah!!! Memang sih, tangganya tidak seterjal dan setipis Borobudur, tapi tetep dah ratusan anak tangga yang dipanjat setelah melalui petualangan seru dari Macau, memberikan arti lebih bagi kedua kaki ini. Lebih menyakitkan maksudnya, hahahahahaha!!!!

Tapi jujur, kepenatan di kedua kaki ini hilang begitu sampe di puncak dan bertatap muka langsung dengan patung Buddha itu. Entahlah, mungkin kalo gw bisa teriak, gw bakal bilang, “akhirnyaaaaahhhh!!!!!!” (hanya saja tidak terucapkan, takut ditimpukin banyak orang, ato ditendang ke bawah sama temen-temen gw, malu-maluin aja, kampungan! Hehehe.)

Nothing special memang, tapi ada kepuasan tersendiri buat gw untuk bertatapan dengan patung ini. Beberapa menit gw habiskan untuk menatap si patung dan cutting lekuk patung itu, blanky. Hanya diam menatapnya, meng-capture every single cut on his face, lalu setelah itu berjalan memutarinya, mengambil gambar tampak samping dan belakang (bohay euy, hihihi. Piss^^V)


(Giant Buddha dari segala sisi)

Di bawah patung itu, ada tempat penyimpanan abu jenazah banyak orang. Sepertinya sih, orang kaya, orang terpandang, maupun artis di Hongkong/China. Gak boleh motret-motret juga. Oia, didalam juga ada souvenir shop yang.... alamaaaaakkkk!!!! Mahal kali!!!

Setelah bicara-bicara menentukan tujuan, kami pun kembali mengajak kedua kaki untuk bekerja sama. Walau kaki-kaki ini udah protes, tapi sepertinya Brian mampu memberikan bayangan nyata akan apa yang mungkin didapat di bawah sana: MAKANAN!!!! Hihihihi....

Ada souvenir shop lagi! Saat nanya miniatur patung Giant Buddha yang lebih keren dari yang tadi gw beli di Ngong Ping Village, gw langsung jiper saat mba-mbanya nyebutin harga, “398$HK.” Ngek ngoookkk..... lihat perbedaannya, tadi gw beli miniatur yang 1/8 kali lebih kecil dari patung itu seharga 88$HK, wakss.. memang duit itu gak bohong. Keren buanget sih! Tapi untuk 300an dollar sih, gw angkat tangan daah!!!

Mampir lagi ke warung kecil di pinggir jalan, gw menemukan wind-chimming yang Chinese banget, oleh-oleh buat kakak gw yang koleksi wind chime gitu. Untung bisa gesek tanpa batas limit, hihihi.
Ada liontin kanji!!! Tapi saat milih-milih, ternyata semua adalah nama (bule in Chinese). Padahal, gw mau beli tulisan kanji yang artinya “star” sama “light”... huuhh...

Balik ke Ngong Ping Village buat naek bis ke Tai O, eh, temen gw yang udah terlihat tepar pun memutuskan untuk makan mie instant dulu. Liat dia makan, jadi pengen. Ada yang spicy beef (pake minyak babi, hahahaha), maka kami pun membelinya seharga 18an$HK. Rasanya? Greasy walau memang enak, tapi tetep... greasy. Dan dagingnya beneran daging (babi...hhahahaha!!!), maksudnya saat kelar diseduh, dia bener-bener menjadi daging dalam potongan besar dengan wujud daging beneran. Yaah, mangkuknya aja besar banget! Untung makannya berdua, kalo sendiri gw bisa eneq dengan ke-greasy-an yang tak ada tara itu.

Setelah itu, kami pun mengantri naek bis ke daerah Tai O. Kalo di bahasa Jepang, Taiyou kan artinya Matahari ya? Apakah sama artinya Tai O di sini? Gw bertanya-tanya dalam hati. Mungkin saja, secara itu adalah desa nelayan (begitu menurut ibu-ibu tadi sih)

Perjalan dengan bis ke daerah Tai O itu ternyata mirip ke daerah Pangandaran. Kiri kanannya gunung, pegunungan. Hanya saja tidak terlalu rindang. Malah terkesan tandus menurut gw, walau seluruhnya hijau. Dan panasnya cukup terik untuk suhu yang dingin.

Dan hey! Ada halte juga sepanjang jalan!
Jadi beneran ada kehidupan juga di pegunungan ini?! Gw cukup heran juga sepanjang jalan, karena gak juga terlihat banyak perumahan atau perkampungan. Halte itu untuk naek siapa???

Kurang dari 30menitan, kami sampai di Tai O.
Sempet bengong, cenderung heran.
Maksud loe, Tai O itu sebenernya... Muara Karang yee?
Ayayayay.... pinternya trik jualan pariwisata di negri orang! Bahkan desa nelayan macam Muara Karang ato Muara Angke itu aja bisa dijadiin tujuan wisata!!! Get real!!
Yah, secara udah ada disitu juga ya? Masa’ mo langsung naek bis keluar dari kota itu? Maka kami pun menyusuri jalan setapak menuju pasar Tai O itu. Pasar ikan dengan aneka ikan laut yang lucu dan seru juga ternyata. Apalagi kepitingnya, banyak jenisnya! Banyak resto seafood juga disepanjang pasar itu.
pastinyalah, kami mengisi waktu dengan potopoto.....




(note: those kanji says: "beware! pretty dogs!! they're maneaters ^^V)


Gak sampe 30menitan lah kami keliling-keliling, udah balik ke terminal lagi buat naek bis yang jam 2 siang balik ke Tung Chung.

Dalem bis, selaen sibuk liat hasil jepretan poto, sempet-sempetnya gw ama temen gw jatoh tertidur. Walau gak selelap temen gw, cukuplah 15menitan gw hilang dari peredaran bumi. Hahaha!! Perjalanannya cukup membosankan sih. Tapi lagi-lagi gw dikagetkan dengan munculnya manusia-manusia kantoran di halte-halte antah berantah yang dilewati bis itu. Mereka muncul dari mana siiih?!?! Gw kok gak liat kalo ada perkantoran mentereng di gunung ini?!

Perjalanannya cukup lama ternyata. Ato karna membosankan jadi terasa lama?
Yang pasti sih daerah ini (kitaran Tung Chung) bukan kota metropolis, jadi gak banyak orang lalu lalang, bahkan jalanan pun cukup sepi. Sepertinya, orang kesini kalo pengen iseng ngitung tangga doang di Giant Buddha, ato kurang kerjaan beli cumi kering di Tai O market, haha.

Diputuskan untuk kembali ke Mongkok. Tapi mendadak, temen gw mencetuskan ide untuk mampir ke Disneyland. Alhasil, karna searah, kami pun mampir juga ke taman bermain Donal Bebek dan teman-teman itu.

Dari Tung Chung, kami pun langsung menaiki MTR dan berhenti di Sunny Bay Station untuk berganti dengan kereta khusus Disneyland Resort, yang mana dimana disain badan kereta sampe dalemannya tuh Disney buanget. Jendelanya logo kepala Mickey Mouse dan alih-alih kursi, didalam terpasang sofa biru yang empuk yang dihiasi dengan miniatur-miniatur tokoh kartun Disney. Bahkan pegangan tiangnya aja logo kepala Mickey kok! Lucu!!! Berasa nostalgic banget.



(welcoming you to Disneyland Hongkong, place to spoil your childhood side!!)

Dua dari kami (yang beruntung memiliki ketebalan dompet yang signifikan) memutuskan untuk memanfaatkan tiket disney (hasil beli online) di hari itu. Sisanya? Bermain-main dengan kamera di teras Disneyland Hongkong, HAHAHA. Well, at least, kelihatannya kan udah pernah lah ke disneyland hongkong (pelatarannya...^^)

Pengen sih masuk. Pengen maen-maen lagi. Pengen juga nonton kembang apinya, secara dulu gak sempet nonton... tapi apa dayaa... hiiiks^^
Seenggaknya, poto-poto juga udah mengobati kerinduan dan kemupengan laah^^

Dari Disney, bingung lagi, secara masih sore juga. Jam 4an juga belom.
Kalo gw sih sebenernya pengen langsung ke daerah Harbour Tsim Sha Tsui, pengen jalan ke planetarium-nya Hongkong. Tapi melihat dari air muka teman-teman gw, sepertinya gw harus menurunkan level excitement gw yang bisa membunuh ini, maka diputuskan untuk kembali ke hostel sebentar, sebelum menyusuri Tsim Sha Tsui untuk menyaksikan permainan cahaya di “Symphony of Lights”

Jam enaman, gw udah berisik pengen keluar dari hostel dan jalan. Jadi, setelah kelar masak nasi (hahaha), kami pun berangkat. Naik MTR Station Mongkok sampe Tsim Sha Tsui, menyusuri Nathan Road ke arah SOGO menuju Avenue of The Stars.

Avenue of The Stars tuh sebenernya mirip Holywood Walk of Fame, hanya saja yang njiplak tangan di lantainya bukan artis Holywood, tapi artis Taiwan, Hongkong maupun Cina. Ada patung Bruce Lee segala yang bikin semua turis poto dengan gaya bak Bruce Lee. Bahkan ada bule yang sampe take berkali-kali demi dapet gaya dia loncat tanpa bikin hasil jepretan blur... (gimana cara yaa??)

Cuaca Harbour emang menyebalkan! Angin gede, suhu minim sampe sempet-sempetnya diguyur hujan. Mendung? Sudah so pasti banget dah! Sampe ujung gedung IFC2 kga keliatan!

Satu hal yang sempet kesampean adalah.... mencoba makanan “laminated cumi”, Haha..
Sebenernya sih cumi bakar, tapi cara ngebakarnya tuh kayak proses laminating berulang kali. Dulu pertama kali ke Hongkong, gw sama temen traveling gw sempet kayak orang begok nontonin proses itu. Diem mematung, namun ujung-ujungnya gak beli, karena kami dahulu bener-bener pelit! Padahal harganya juga 20$HK aja gituh. Sampe mas-mas jualannya (dan masih sama lho!) heran dan mungkin kasian sama kita, tapi gak bisa apa-apa selaen nyengir nelangsa. Ampyuuun....

Tapi sekarang, udah gak penasaran lagi.
Rasanya ternyata enak^^

Biarpun ujan, biarpun dingin, biarpun tersiksa dengan angin yang bandel buanget, biarpun gw harus menjaga diri buat tidak mengikuti kumpulan bishounen Jepang yang mendadak lewat (maaf, yang terakhir dicoret aja, pemilik blog suka aneh emang^^), tetep aja yee.. ntu acara Symphony of Lights ditontonin ampe abis. Menarik sih emang, walau menurut gw sepertinya tahun-tahun ini gedung yang berpartisipasi menurun jumlahnya. Ato lampunya yang mereka kurangin? Ato mungkin ganti pake senter jadi gak keliatan jelas? Heheheh...
Tapi biar gitu, seenggaknya udah dong menyaksikan salah satu aset wisata kota Hongkong yang termasyur itu?

Sayang, potonya gak ada yang bagus. Gw yang pengalaman pertama kali usaha nangkep gambar lampu-lampu itu pake DSC W-35 gw dan gagal, memutuskan untuk menikmatinya saja dan merekamnya dalam ingatan. Agak malu ati dan jiper juga sih liat belasan bahkan puluhan tripod yang dihuni aneka jenis kamera tele professional yang siap sekali jepret dapet 20 lebih gambar nonstop dengan kejelian dan kejelasan penuh. Hhh.... nasiiiiibbb :(

Pulangnya, gw memutuskan untuk bernostalgia ke daerah Haiphong buat beli segelas mango sago dan waffle kering. Hmmm.... tetep terasa nikmat. Buat gw (dulu dan sekarang) makanan itu yang jadi penyelamat hidup. Murah (mango sago 6$HK dan waffle kering 6$HK juga) dan setidaknya.... sedikit halal, hahaha!! Jadi inget, dulu pernah untuk makan malam, gw sama temen traveling gw hanya menyantap mango sago (masing-masing segelas) dan satu waffle kering untuk berdua. Aiiiih... kere amat kami yee?!?!?!

Dari Haiphong, tujuan gw sih tadinya mo nyari baso yang katanya ada di daerah itu. Curiga gw sih di dalem pasar, tapi gw juga gak yakin karna pasarnya udah tutup. Tapi sepanjang jalan itu kga ada tanda-tanda warung makan ato resto yang menyuguhkan baso, sementara 2 dari temen gw udah terlihat begitu letih dan pucat. Maka, gw pun menyuruh mereka pulang duluan dengan menunjukkan jalan ke MTR station.

Sementara gw dan temen gw yang laen pun meneruskan pencarian, sekaligus, gw pun mencari satu toko yang dulu sempet gw temui secara tidak sengaja juga.
Apakah toko itu?
H M V!!!

Cerita tentang gw, HMV dan apa yang gw lakukan di HMV akan diulas di bagian Intermezzo dalam Jurnal ini.

Meanwhile, gw pun berpisah jalan dengan dua orang teman gw itu dan meneruskan pencarian.
Apakah gw akhirnya menemukan toko musik itu?
Hmmm.....
_________________________________
Bestfriending with the ears: Dashboard Confessional – Stolen

Wednesday, March 25, 2009

The Traveler’s Journal 3rd Volume “Enjoy Asia”Part 4-Hongkong: Mencicipi taksi Alphard dengan Supir Stress dan Malam Pertama di Hongkong

Satu jam lebih lepas dari ferry terminal Macau, kami pun sampai di HK China Ferry Terminal di daerah Tsim Sha Tsui. Urus-urus imigrasi dan lain-lain, selesai dalam waktu setengah jam, lalu bingung cari taksi stand. Ternyata musti naek turun segala, wah ribet dah. Beda sama waktu gw turun di Shun Tak Building di Hongkong Island yang menurut gw cukup dekat dengan stasiun MTR.

Begitu sampe di taksi stand, entah bagaimana, gw ditarik bapak-bapak Cina (yaiyalaahhh Cina!!!) yang gw pikir adalah petugas taksi situ. Gw digeret ke deretan mobil dan ada Alphard silver nangkring disitu. Gw bingung juga, kenapa gw ditarik kesini. Si bapak itu dari tadi bilang, “untuk 7 orang pake mobil ini”, gw pun baru ngeh kalo dia bukanlah petugas taksi. SIALAAAN!!!

Terjadi keributan sebentar dengan bapak-bapak itu. Ulang kali, dia minta gw nunjukkin alamat hostel itu, lalu dia mau nelponin si hostelnya. Ya gw nunjukkin kertas bookingan itulah. Dia nyuruh gw ngediktein nomer telponnya, in Chinese, gw udah bilang, “I don’t speak Chinese! I’m not Chinese!” tapi itu bapak keukeuh dan ngomel-ngomel pake bahasa Cina. Bolak balik nelponin ke hostel, lalu nyuruh gw ngomong sama orang hostel itu (yang ternyata gak bisa bahasa Inggris), gw kasih ke si bapak-bapak itu, dia nyerocos terus, tetep mikir gw orang Cina. Sumpriiit!! Segitu Cina-nyakah gw?!?!

Hampir setengah jam dah gw mo mate nego sama ini bapak-bapak gila satu! Alhasil diperoleh biaya 130$HK untuk nyewa mobil itu ke Sincere House, tempat hostel kami bertengger. Tadinya dia nawar 200$HK, gantian gw yang marah-marah. Soalnya kalo diitung-itung, sama juga sih, naek 2 taksi kena biaya 50$HK-an, dua taksi seratusan juga. Yasudlah, itung-itung yang 30$HK itu biaya nikmatin Alphard as a taxi, hahaha!!

Ada kejadian lucu lagi. Ini bapak-bapak emang stress ato gila beneran, gw juga gak tahu. Pertama, soal bagasi, itu gak boleh naro barang sebelum dia melapisinya dengan karton bekas dus. Busyet, OCD nih?
Lalu pas mo naek, itu dia nentuin siapa yang duduk di belakang, di tengah dan di pinggir. Temen gw yang mo naek duluan aja dilarang dan dia bilang, “Kamu gemuk, kamu gemuk!” (pake bahasa Indonesia, setelah tahu kami dari Indonesia), ealahhh, emang knapa klo gemuk? Ampyuuunnn...

Sepanjang jalan dia ngebanggain mobil Alphardnya itu.. “new car! You know? New car! New car, no money!
Hee?? Maksud looeeh??
Selaen itu dia juga tereak-tereak, “Indonesia! Indonesia makan nasi. Capek deeh.
Klaaannggg!!!! ~,~”

Setelah gw terus-terusan nanya, “are we going to Mongkok?
Barulah si supir gila ini menyadari kalo gw mulai curiga, dan dia pun mengarahkan mobil ke daerah Mongkok. Setelah melewati kemacetan gila-gilaan, sampe juga di Sincere House, tempat dimana Dragon Hostel berada di lantai 7 gedung itu. Lagi-lagi terjadi kericuhan saat menurunkan barang. Dasar Gila!

Sampe di dalam gedung dan baca nama penyewa gedung itu, benar-benar mendapati kalo Dragon Hostel ada di gedung itu. Denger nama Dragon Hostel aja, gw udah gak mau ngebayangin yang enak-enak, secara kali pertama gw ke Hongkong dan tinggal di Mirador Mansion di kawasan Tsim Sha Tsui, hostel yang ditempati sangat jauh dari apa yang disebut proper. Haa... apalagi ini?

Begitu lift terbuka di lantai 7, gw sudah disambut dengan papan penunjuk “Dragon Hostel Office” dengan anak panah ke kiri. Waah... official office nih?
Masuk ke ruangan seluas 4x4 meter persegi, kesan yang didapat adalah bersih. Di ruangan itu ada sofa, kulkas minuman dingin, 2 unit komputer berinternet GRATIS, dan meja resepsionis. Ada mba-mbanya disitu, lalu gw pun check in lah, dengan harus membayar sisa perlunasan secara cash. Aiiih.... makin berkurang aja ini dollar Hongkong, haha.

Lalu kami pun digiring ke kamar-kamar yang sudah dipesan. Kamar pertama yang diisi oleh 2 orang teman kami, terletak di satu flat berisi beberapa kamar dengan ruang duduk yang telah dilengkapi lemari es dan deretan termos air panas.
Is it for free? The hot water?” pertanyaan gw diiyakan oleh si mba-mba itu.
Waaah... menyenangkan!!

Dan kamar kedua, yang dihuni oleh 4 orang, terletak di flat seberang, berdisain serupa. Satu flat diisi 7 kamar dengan aneka jumlah penghuni. Kamar kami yang berisi 4 orang dengan kamar mandi di dalam, terletak di ujung banget.

Tapi yang paling membuat gw kagum adalah kebersihan hostel ini. Et daah! Bedanya sama hostel yang dulu gw tempati. Biarin aja saat melangkah masuk yang kecium hanya aroma bayclin, yang penting bersih dan rapi.

(suasana flat dan pojokan ruang tamu flat yang dihiasi buku dan testimoni. ada sofanya juga!)

Kamar pun biar modenya barak tetep rapi dan kamar mandinya, masih ada space sedikitlah untuk benar-benar mandi, hihi.
Gw dapet giliran tidur di bagian atas. As I thought.

Saat celingukan liat suasana kota dari jendela kamar, lagi-lagi Kolonel Tua itu melambai dengan genitnya untuk disambangi. Alhasil, sambil liat-liat suasana Hongkong di malam hari dan ngisi perut, kami pun melangkah keluar hostel.

Uwaaahhh!!! Lama banget gak merasakan atmosfir kota yang gak ada matinya ini!! Lalu lalang orang seakan tak ada matinya dan dalam tempo yang begitu cepat mereka melangkah. Lengah dikit aja pasti deh ketabrak dan dijutekin orang sekampung.

Oia, dalam perjalanan ke rumah Kolonel Tua itu, gw merayu temen gw yang non Muslim untuk mencoba mencicipi aneka gorengan babi di deket hostel itu. Pasalnya, dari dulu gw penasaran sama rasanya, kalo temen gw nyicipin dan cerita rasanya kayak apa, gw udah berasa ikut ngerasain, haha.
Tapi gw juga dibeliin tahu goreng versi Hongkong sih, walau minyaknya abis goreng baso babi, hahaha! Mau tau? Harga satu potong tahu goreng di Hongkong berapa? 5$HK!! Ayayayay.... dan rasanya? Aneh! Karena dipakein bumbu tauco gitu... iiikh, sebagai penggemar tahu, gw merasa kecewa walau untungnya gak ngeluarin uang 5$HK sih, haha!

Sampe di rumah Kolonel Tua itu, kebingungan melanda. Makan paan yee?? Kalo gw bukan masalah sama rasa, halal (secara Muslim gadungan?hahah!!!) ato banyaknya. Yang gw peduliin cuman satu: HARGANYA, hahahaha!!!! Rata-rata 29an dollar, bikin miris dah. Tapi akhirnya dibeli juga sih, untuk dimakan berdua.

Setelah itu, kami pun menyambangi Ladies Market yang jaraknya cuman sekian meter dari hostel. Temen-temen gw udah mupeng dengan segala jualan yang bertebaran disitu.
Sampe di kios kaos, ditulis besar-besar 100$HK untuk 5 biji. Temen-temen gw udah pada mupeng, sementara gw cengo ngeliatin disain-disain bajunya.
Mendadak mba-mba jualannya menggamit gw dan bilang, “for you, I give 95 dollar for 5”.
gw mengangkat kedua alis heran, “95?” (maksudnya sih, gw heran kok bisa? gitu)
Eh, dia malah mengibaskan tangannya, “okay lah, 90 for 5 pieces
Gw terpana dan tanpa mikir, temen-temen gw pun berlarian milih kaos.
Sementara gw masih aja bengong ^^

Setelah menyusuri Ladies Market, sampailah di jalanan yang penuh makanan. Tentu saja, menu utama adalah babi dan bebek yang bergelantungan di etalase. Seperti gw bilang di part sebelumnya, yang namanya Hongkong itu, tempat yang selalu penuh sampe antri adalah restoran. Itulah yang jadi pemandangan sepanjang jalan itu, semua resto PENUH manusia. Ccckckkk....

Salah satu suami temen gw udah merengek-rengek minta makan bebek, gw pribadi sih gak masalah. Sok aja, pilih salah satu dan masuk, lalu pesen (tapi gw gak mo makan, karna gw gak punya duit, hahaha!!!) gak susah kan? Perkara halal ato enggaknya yah.... udah pasti kagak lah.
Kalo gw sendiri udah punya referensi makan bebek halal di daerah Wan Chai, hanya saja untuk ke daerah Wan Chainya yang agak riskan kalo malem-malem karna gw belum kenal daerah itu. Jadi untuk memuaskan napsu bebek gw, gw memilih untuk menerapkan delay gratification pada napsu gw itu.
Sepanjang jalan di kiri kanan dihiasi dengan resto babi bebek yang penuh pengunjung, dan sepanjang itu pula temen gw itu merengek. Hhh.... *sigh*

Anyway, setelah puas keliling, kami memutuskan untuk balik ke hostel untuk istirahat dan tidur. Gw udah wanti-wanti untuk siap besok jam 8an pagi untuk perjalanan ke Giant Buddha.
Di hostel, temen gw ternyata ada yang bawa beras, rendang, kering kentang sama pop mie. Ckckckck... begini enaknya kalo bepergian dengan istri soleha, hahahahaha!!!!
Sebelum tidur, sempet mengganjal perut dengan cadburry dan susu yang tadi gw beli di 711 deket hostel.

Have a nice sleep!!
_________________________________
Bestfriending with the ears: MONORAL – Shenanigans (back to MONORAL I guess^^)


a little note:

Dragon Hostel is definitely a recommended hostel if you're planning to travel Hongkong and stay in Mongkok. not only the room is pretty clean, but it's also closer to Ladies Market and any other markets... just 5 minutes walking distance.