Tuesday, September 16, 2008

Diorama: Proyek Ambisius Sebuah Band




BASSSIIII!!!!
Jelas iyalah klo dibilang begitu. Kenapa? Karena pada kenyataannya, album Silverchair yang berjudul DIORAMA ini udah keluar dari taon 2002 tapi baru gw singgung disini 6 taon kemudian. Ckckck.... band-nya aja udah ngeluarin album baru (yang juga udah gw bahas disini) dan mungkin lagi proses pembuatan proyek lainnya.

Anyway, album ini (DIORAMA), baru gw gw donlot sekian hari lalu, setelah menghabiskan setengah waktu memilah-milah host yang ramah donlot (gak ribet, red.).

Hm.... untuk sementara, Let’s take a 6 years backward, anggap aja klo Diorama itu album baru, baru didenger, setelah berurutan mendengar ketiga album awal Silverchair, bukan baru didengar setelah album terakhir mereka (Young Modern Station) dikonsumsi melebihi dosis sesuai anjuran,hehe.

Nah, maka yang terjadi, kesan pertama denger album ini adalah... “njlimet!

Untuk orang yang sudah terbiasa mendengarkan lagu-lagu Silverchair sepanjang 1995-2001, jujur gw shock mendengar lagu-lagu yang ada di album Diorama ini. Sungguh melenceng dari kesan sebuah band beraliran grunge. Jangan harap nemu lagu macem “Israel’s Son”, “Freak”, atau yang parah, “Spawn Again”. No no no.... di album ketiga (Neon Ballroom) aja, jenis beginian udah langka, naah di album Diorama, lebih langka lagi!

Selaen musiknya, liriknya pun makin bermajas. Tidak sekedar teriak menyuarakan isi hati, tapi jadi lebih puitis (in a grungy kinda poetic I must say).

Album dibuka dengan sebuah lagu yang sarat orkestra berjudul “Across The Night”, yang sama sekali tidak menunjukkan gigi gahar sebuah band Alternative-Grunge (atau entah apalah nama genrenya). Lagunya justru cocok jadi pengantar tidur. Ditambah dengan durasi lagu yang lebih dari 5 menit. Kombinasi yang pas sekali. Padahal, kalo diperhatiin liriknya, sepertinya dibuat karena Daniel sirik sama orang-orang yang bisa tidur pules, secara dia penderita insomnia akut bukan? Hhee..

Dilanjutkan dengan the hit single “Greatest View”, naah, ini baru gw kebangun dengan musiknya yang up-tempo (gw gak bagus banget sih ngedeskripsiinnya), walau begitu, massiiih juga dengan iringan orkestra, dan lirik yang mendayu. No angst at all, walau lirik awalnya berbunyi “You’re the enemy, the fungus in my milk”, tapi ditutup dengan kalimat indah “I’m watching you, watch over me, and I got the greatest view from here”. Seperti mengatakan kalau ia benci ketagihan akan sesuatu, namun pada akhirnya, sesuatu itu adalah hal terindah yang dimiliki. (is Daniel talking about the ‘shroom?)

Lagu-lagu selanjutnya, bisa dikatakan proyek gila-gilaan ini band. Selain durasi lagu yang mayoritas hampir 5 menitan, musiknya pun gak cuma menyodorkan gitar-bas-drum enteng yang biasa diusung oleh band beraliran senada. Justru band ini menggabungkan banyak komposisi musik yang bagusnya, gak terlalu berlebih dan malah bikin mereka keilangan jatidiri sebuah nama ‘Silverchair’.
PAS. Mungkin itu kata yang tepat.
Harus diakui, walau sudah menyusut, aroma grunge dalam album ini masih terasa, biarpun ditumpangi musik orkestra disana sini.

Album ini ditutup dengan lagu berjudul “After all These Years” (entah deh, Across The Night versi demo masuk di album aslinya apa enggak). Lagu 5 menitan ini dibuka dengan alunan piano. Iyaaa! Piano! Solo pula. Kemudian diisi dengan vokal Daniel yang halus, mengalunkan masa-masa indah mereka bersama sebagai band, melalui segala uphills and the downs.
Saat lagu ini berakhir, kembali dengan solo piano, sepertinya memang pesan yang akan disampaikan jelas: “We’re gonna take a long break, folks!!” (yang menjadi kenyataan karena toh baru 5taonan kemudian mereka release album baru bukan?)

Overall, untuk Diorama ini, memang gak salah kalo ditasbihkan sebagai masterpiece-nya Silverchair.
Menyenangkan juga mendengarnya. Njlimet tapi menyenangkan.
Bisa dikategorikan juga sebagai: Berani.
Untuk kadar sebuah band aliran grunge, ini band termasuk yang berani ambil loncatan berbahaya.

Sebagai contoh proyek ambisius dari album ini adalah highlight di album ini, mungkin semua pecinta Silverchair akan meng-amin-inya..... “Tuna In The Brine” yang asli deeh syaiiiiikkkk buanget! Berasa sebuah opera musik yang menggelegar. Harus diacungi sepuluh jempol buat aransemennya.

Sebuah proyek ambisius yang mau menunjukkan kalau mereka tidak hanya sebuah band beraliran grunge, tapi sebuah band yang punya skill bermusik tinggi dan mau nunjukkin kalo grunge tidak hanya sekadar gitar-bas-drum dan lirik penuh kekelaman. Grunge juga bisa muncul dalam sebuah musik orkestra yang njlimet dan butuh usaha buat dengerinnya.
Memang bukan sebuah rock progresif atau theatrical rock gitu, tapi benar-benar memberikan napas baru untuk musik aliran sejenis mereka.
Way to go guys!

Memang, proyek super ambisius ini ada konsekuensinya, yaitu... kecapekan.
Buktinya? Hampir 5 taon waktu yang dibutuhkan mereka untuk membuat album baru yang kalo dibandingin sama DIORAMA, memang sedikit melenceng dari harapan. Mungkin kalo didenger-denger nih, di album terakhir, justru mereka sedikit lebih... karnaval dan bersenang-senang? Hehe...

Anyway....
Glad finally found this album. Seenggaknya, sekarang gw sudah resmi menjadi their fan, memiliki seluruh albumnya ^_^V

Gw sendiri jadi bisa merasakan pergerakan band ini dari yang umurnya 16taonan sampe 29an taon.
Jadi terbaca redline-nya sih kenapa kok Silverchair bisa mengeluarkan album semacam “Young Modern Station”. Selama ini kan, gw bersungut-sungut dengan album terakhir mereka itu, kalo sekarang, mendengarkan album-album Silverchair jadi berasa mengalami semua fase kehidupan dari masa remaja sampe Young Adulthood gini, hehe.

Hmm... pretty much growing, indeed!!

_________________________________

Kickin’ the ears: After All These Years

No comments:

Post a Comment