Setelah ritual pagi seluruhnya dilaksanakan, kami pun berangkat dengan menggunakan MTR. Dari Mongkok Station sampai ke Lai King dan pindah ke jalur Tung Chung. Cukup jauh juga perjalanannya dan menghabiskan hampir 20$HK (setidaknya, itu yang ditunjukkan pada layar Octopus Card).
Selama perjalanan, gw asyik memperhatikan gaya fashion penduduk Hongkong. Semuanya chic. Gak pandang kelamin, kga juga pandang usia. Cukup enak dilihat karna biarpun laki-laki mengenakan tas feminim, tetap terlihat kalau dirinya LAKI, hee... bishounen versi Hongkong ternyata oke juga, ^^
Hampir 40 menitan perjalanan dari Mongkok ke Tung Chung. Dari Tung Chung, jalan sedikit keluar dari kawasan mall dimana station itu berada di bawahnya, kami sampai di areal Cable Car Ngong Ping 360. Selagi jalan, mendadak didekati petugas cable car, dan sepertinya gw memang tidak familiar dengan English versi Hongkong (kebayang dong, Engrish versi Jepang bikin gw kek paan lagi bingungnya yaak?!) karna butuh sekian menit buat gw mencerna kata-kata petugas itu, “cable car or bus?” wakakakaks!!
Selama antri, mendadak ada ibu-ibu promosi bis NLB (New Lantau Bus) dimana dengan membayar 81$HK, kita bisa naek cable car pas berangkat, naek bis ke Tai O Market (yang menurut ibu-ibu itu, “it’s a beautiful place”), lalu kembali ke Tung Chung dengan bis lagi.
Well, dibanding dengan PP cable car 96$HK cuman keluyuran di Ngong Ping Village doang, alhasil gw pun setuju untuk menjelajah lebih jauh lagi. Semua temen gw pun setuju, maka diutuslah gw (as always) sebagai duta ngurus tetek bengek begituan.
Kelar gw bagi-bagi tiket, kami pun antri lagi buat dapet kartu naek Cable Car Ngong Ping 360, gw yang ngantriin dan mendapat counter seorang mas-mas ori (hell-ow?! Semuanya juga Ori nikennn!! Lo kga perlu nekanin dia ori apa kga!! Begok niih).
Saat bengong nunggu mas-mas itu kelar ngetik-ngetik sesuatu, mendadak dia nanya, “where do you come from?”, dengan wajah serius menatap komputer.
Untungnya, saat itu gw udah mulai bisa menyelaraskan kerja telinga dan mata dalam mendengar dan membaca gerak bibir, “Indonesia,” jawab gw.
Mas-mas itu manggut-manggut dan tersenyum, “Chinese or Indo?” tanya dia lagi.
“Indo,” jawab gw lagi masih dengan tampang begok.
Dia pun menumpuk beberapa kartu dan menatap gw, “but you look like Chinese.”
Gw hanya angkat bahu, “what’s new?” dan nyengir.
Dia menyerahkan kartu itu, tersenyum lebar, dan berujar, “have a nice trip.”
Gw bales senyum, “have a nice day too.”
Hmm... inti cerita dari paragraf diatas adalah.... gw pantes banget jadi warga kitaran Cina. HAHAHA!!
Eniwei, ngantri naek cable car aja udah nemu hal-hal yang aneh, ada bule bawa sekantong kresek jeruk, ada bule laen yang bawa carrier (mo naek gunung, mas?), ada kumpulan bapak dan ibu yang dandy, macem-macem dah, lucu juga. Sempet berharap satu cable car sama bule dengan sekantong plastik jeruk itu, selaen penasaran jeruknya buat paan, lumayan juga buat pemandangan selama 45menitan di langit, hihi.
Begitu naek cable car, satu yang kami semua notice: peringatan bahwa akan ada KAMERA yang menjepret ekspresi kami dengan cable car.
Sumpah! Sepanjang itu cable car mau meninggalkan station awal, kami udah panik nempel di kaca jendela demi masuk jangkauan foto dengan pose yang aduhai, ckckck... banci kamera dasaran emang!
Nyatanya, kamera itu tidak terpasang di station awal, pfffttt.
Selepas cable car meninggalkan station, waaah.... jangan ditanya deh gimana rasanya terombang ambing di ketinggian ratusan meter dari tanah dan entah kapan selalu bisa aja itu cable car nyemplung ke bawah laut, hihi. Amazingly freaking out!
(awal petualangan ratusan meter dari atas tanah)
(sebagian kecil aneka pose di cable-car)
Namun yang lebih menakjubkan adalah, kami mendapati beberapa gelintir orang yang melakukan trekking menuju Giant Buddha. Sumpah! Mereka jalan kaki menyebrangi pegunungan yang entahlah kalo gw yang disuruh jalan, mungkin bakal ngabisin waktu seminggu baru nyampe di patung itu. Kebanyakan istirahat sama bengongnya, hahahak!
Sekian meter menuju station pemberhentian, cable car yang kami kendarai kembali oleng. Kenapa? Karena itu tandanya kamera station akan mengabadikan moment kami naek cable car Ngong Ping 360. Semua pun langsung menajamkan radar sadar kameranya dan siap memasang aksi even itu sekian menit sebelum cable car menyentuh ujung station dan blitz kamera mereka berkilatan. Sampe kering gigi ini, hahaha!
Ctaaarrr!!!
Blitz itu menyala dan nampaknya, pose kami cukup bagus. Makanya, begitu turun, tanpa ba bi bu, langsung purchase hasil potonya.
Saat keluar dari souvenir shop... wuaaahhh!!! Langsung disambut dengan pemandangan si Giant Buddha yang megah di atas pegunungan, duduk menghadap ke daratan China. Gw dan 2 orang temen gw gak mau melewatkan moment itu, langsung deh mode norak berkilatan penuh semangat.
Tiap spot bagus ada sekian pose yang gak kalah ramenya, ckckck....
(suasana di ngong ping village)
Melangkah sepanjang Ngong Ping Village yang panjangnya cuma sekitar 200-300 meteran mata ini dimanjain sama deretan toko souvenir. Kalo gak inget-inget, bisa beli aneka miniatur dah disitu dan pulang ke Indonesia resmi sebagai gembel Sudirman, haha!
Jalan kaki, jalan dan jalan dan sampailah kami di ujung tangga masuk menuju the Greatest Giant Buddha. Baru nyadar, ternyata jalannya jauh juga yaa? Hihihi....
Di awal tangga masuk aja, udah sibuk berpoto-poto ria.
(aksi sebelum sesi penanjakan)
Et daaah!!! Memang sih, tangganya tidak seterjal dan setipis Borobudur, tapi tetep dah ratusan anak tangga yang dipanjat setelah melalui petualangan seru dari Macau, memberikan arti lebih bagi kedua kaki ini. Lebih menyakitkan maksudnya, hahahahahaha!!!!
Tapi jujur, kepenatan di kedua kaki ini hilang begitu sampe di puncak dan bertatap muka langsung dengan patung Buddha itu. Entahlah, mungkin kalo gw bisa teriak, gw bakal bilang, “akhirnyaaaaahhhh!!!!!!” (hanya saja tidak terucapkan, takut ditimpukin banyak orang, ato ditendang ke bawah sama temen-temen gw, malu-maluin aja, kampungan! Hehehe.)
Nothing special memang, tapi ada kepuasan tersendiri buat gw untuk bertatapan dengan patung ini. Beberapa menit gw habiskan untuk menatap si patung dan cutting lekuk patung itu, blanky. Hanya diam menatapnya, meng-capture every single cut on his face, lalu setelah itu berjalan memutarinya, mengambil gambar tampak samping dan belakang (bohay euy, hihihi. Piss^^V)
(Giant Buddha dari segala sisi)
Setelah bicara-bicara menentukan tujuan, kami pun kembali mengajak kedua kaki untuk bekerja sama. Walau kaki-kaki ini udah protes, tapi sepertinya Brian mampu memberikan bayangan nyata akan apa yang mungkin didapat di bawah sana: MAKANAN!!!! Hihihihi....
Ada souvenir shop lagi! Saat nanya miniatur patung Giant Buddha yang lebih keren dari yang tadi gw beli di Ngong Ping Village, gw langsung jiper saat mba-mbanya nyebutin harga, “398$HK.” Ngek ngoookkk..... lihat perbedaannya, tadi gw beli miniatur yang 1/8 kali lebih kecil dari patung itu seharga 88$HK, wakss.. memang duit itu gak bohong. Keren buanget sih! Tapi untuk 300an dollar sih, gw angkat tangan daah!!!
Mampir lagi ke warung kecil di pinggir jalan, gw menemukan wind-chimming yang Chinese banget, oleh-oleh buat kakak gw yang koleksi wind chime gitu. Untung bisa gesek tanpa batas limit, hihihi.
Ada liontin kanji!!! Tapi saat milih-milih, ternyata semua adalah nama (bule in Chinese). Padahal, gw mau beli tulisan kanji yang artinya “star” sama “light”... huuhh...
Balik ke Ngong Ping Village buat naek bis ke Tai O, eh, temen gw yang udah terlihat tepar pun memutuskan untuk makan mie instant dulu. Liat dia makan, jadi pengen. Ada yang spicy beef (pake minyak babi, hahahaha), maka kami pun membelinya seharga 18an$HK. Rasanya? Greasy walau memang enak, tapi tetep... greasy. Dan dagingnya beneran daging (babi...hhahahaha!!!), maksudnya saat kelar diseduh, dia bener-bener menjadi daging dalam potongan besar dengan wujud daging beneran. Yaah, mangkuknya aja besar banget! Untung makannya berdua, kalo sendiri gw bisa eneq dengan ke-greasy-an yang tak ada tara itu.
Setelah itu, kami pun mengantri naek bis ke daerah Tai O. Kalo di bahasa Jepang, Taiyou kan artinya Matahari ya? Apakah sama artinya Tai O di sini? Gw bertanya-tanya dalam hati. Mungkin saja, secara itu adalah desa nelayan (begitu menurut ibu-ibu tadi sih)
Perjalan dengan bis ke daerah Tai O itu ternyata mirip ke daerah Pangandaran. Kiri kanannya gunung, pegunungan. Hanya saja tidak terlalu rindang. Malah terkesan tandus menurut gw, walau seluruhnya hijau. Dan panasnya cukup terik untuk suhu yang dingin.
Dan hey! Ada halte juga sepanjang jalan!
Jadi beneran ada kehidupan juga di pegunungan ini?! Gw cukup heran juga sepanjang jalan, karena gak juga terlihat banyak perumahan atau perkampungan. Halte itu untuk naek siapa???
Kurang dari 30menitan, kami sampai di Tai O.
Sempet bengong, cenderung heran.
Maksud loe, Tai O itu sebenernya... Muara Karang yee?
Ayayayay.... pinternya trik jualan pariwisata di negri orang! Bahkan desa nelayan macam Muara Karang ato Muara Angke itu aja bisa dijadiin tujuan wisata!!! Get real!!
(note: those kanji says: "beware! pretty dogs!! they're maneaters ^^V)
Gak sampe 30menitan lah kami keliling-keliling, udah balik ke terminal lagi buat naek bis yang jam 2 siang balik ke Tung Chung.
Dalem bis, selaen sibuk liat hasil jepretan poto, sempet-sempetnya gw ama temen gw jatoh tertidur. Walau gak selelap temen gw, cukuplah 15menitan gw hilang dari peredaran bumi. Hahaha!! Perjalanannya cukup membosankan sih. Tapi lagi-lagi gw dikagetkan dengan munculnya manusia-manusia kantoran di halte-halte antah berantah yang dilewati bis itu. Mereka muncul dari mana siiih?!?! Gw kok gak liat kalo ada perkantoran mentereng di gunung ini?!
Perjalanannya cukup lama ternyata. Ato karna membosankan jadi terasa lama?
Yang pasti sih daerah ini (kitaran Tung Chung) bukan kota metropolis, jadi gak banyak orang lalu lalang, bahkan jalanan pun cukup sepi. Sepertinya, orang kesini kalo pengen iseng ngitung tangga doang di Giant Buddha, ato kurang kerjaan beli cumi kering di Tai O market, haha.
Diputuskan untuk kembali ke Mongkok. Tapi mendadak, temen gw mencetuskan ide untuk mampir ke Disneyland. Alhasil, karna searah, kami pun mampir juga ke taman bermain Donal Bebek dan teman-teman itu.
Dari Tung Chung, kami pun langsung menaiki MTR dan berhenti di Sunny Bay Station untuk berganti dengan kereta khusus Disneyland Resort, yang mana dimana disain badan kereta sampe dalemannya tuh Disney buanget. Jendelanya logo kepala Mickey Mouse dan alih-alih kursi, didalam terpasang sofa biru yang empuk yang dihiasi dengan miniatur-miniatur tokoh kartun Disney. Bahkan pegangan tiangnya aja logo kepala Mickey kok! Lucu!!! Berasa nostalgic banget.
Pengen sih masuk. Pengen maen-maen lagi. Pengen juga nonton kembang apinya, secara dulu gak sempet nonton... tapi apa dayaa... hiiiks^^
Seenggaknya, poto-poto juga udah mengobati kerinduan dan kemupengan laah^^
Dari Disney, bingung lagi, secara masih sore juga. Jam 4an juga belom.
Kalo gw sih sebenernya pengen langsung ke daerah Harbour Tsim Sha Tsui, pengen jalan ke planetarium-nya Hongkong. Tapi melihat dari air muka teman-teman gw, sepertinya gw harus menurunkan level excitement gw yang bisa membunuh ini, maka diputuskan untuk kembali ke hostel sebentar, sebelum menyusuri Tsim Sha Tsui untuk menyaksikan permainan cahaya di “Symphony of Lights”
Jam enaman, gw udah berisik pengen keluar dari hostel dan jalan. Jadi, setelah kelar masak nasi (hahaha), kami pun berangkat. Naik MTR Station Mongkok sampe Tsim Sha Tsui, menyusuri Nathan Road ke arah SOGO menuju Avenue of The Stars.
Avenue of The Stars tuh sebenernya mirip Holywood Walk of Fame, hanya saja yang njiplak tangan di lantainya bukan artis Holywood, tapi artis Taiwan, Hongkong maupun Cina. Ada patung Bruce Lee segala yang bikin semua turis poto dengan gaya bak Bruce Lee. Bahkan ada bule yang sampe take berkali-kali demi dapet gaya dia loncat tanpa bikin hasil jepretan blur... (gimana cara yaa??)
Cuaca Harbour emang menyebalkan! Angin gede, suhu minim sampe sempet-sempetnya diguyur hujan. Mendung? Sudah so pasti banget dah! Sampe ujung gedung IFC2 kga keliatan!
Satu hal yang sempet kesampean adalah.... mencoba makanan “laminated cumi”, Haha..
Sebenernya sih cumi bakar, tapi cara ngebakarnya tuh kayak proses laminating berulang kali. Dulu pertama kali ke Hongkong, gw sama temen traveling gw sempet kayak orang begok nontonin proses itu. Diem mematung, namun ujung-ujungnya gak beli, karena kami dahulu bener-bener pelit! Padahal harganya juga 20$HK aja gituh. Sampe mas-mas jualannya (dan masih sama lho!) heran dan mungkin kasian sama kita, tapi gak bisa apa-apa selaen nyengir nelangsa. Ampyuuun....
Tapi sekarang, udah gak penasaran lagi.
Rasanya ternyata enak^^
Biarpun ujan, biarpun dingin, biarpun tersiksa dengan angin yang bandel buanget, biarpun gw harus menjaga diri buat tidak mengikuti kumpulan bishounen Jepang yang mendadak lewat (maaf, yang terakhir dicoret aja, pemilik blog suka aneh emang^^), tetep aja yee.. ntu acara Symphony of Lights ditontonin ampe abis. Menarik sih emang, walau menurut gw sepertinya tahun-tahun ini gedung yang berpartisipasi menurun jumlahnya. Ato lampunya yang mereka kurangin? Ato mungkin ganti pake senter jadi gak keliatan jelas? Heheheh...
Tapi biar gitu, seenggaknya udah dong menyaksikan salah satu aset wisata kota Hongkong yang termasyur itu?
Sayang, potonya gak ada yang bagus. Gw yang pengalaman pertama kali usaha nangkep gambar lampu-lampu itu pake DSC W-35 gw dan gagal, memutuskan untuk menikmatinya saja dan merekamnya dalam ingatan. Agak malu ati dan jiper juga sih liat belasan bahkan puluhan tripod yang dihuni aneka jenis kamera tele professional yang siap sekali jepret dapet 20 lebih gambar nonstop dengan kejelian dan kejelasan penuh. Hhh.... nasiiiiibbb :(
Pulangnya, gw memutuskan untuk bernostalgia ke daerah Haiphong buat beli segelas mango sago dan waffle kering. Hmmm.... tetep terasa nikmat. Buat gw (dulu dan sekarang) makanan itu yang jadi penyelamat hidup. Murah (mango sago 6$HK dan waffle kering 6$HK juga) dan setidaknya.... sedikit halal, hahaha!! Jadi inget, dulu pernah untuk makan malam, gw sama temen traveling gw hanya menyantap mango sago (masing-masing segelas) dan satu waffle kering untuk berdua. Aiiiih... kere amat kami yee?!?!?!
Dari Haiphong, tujuan gw sih tadinya mo nyari baso yang katanya ada di daerah itu. Curiga gw sih di dalem pasar, tapi gw juga gak yakin karna pasarnya udah tutup. Tapi sepanjang jalan itu kga ada tanda-tanda warung makan ato resto yang menyuguhkan baso, sementara 2 dari temen gw udah terlihat begitu letih dan pucat. Maka, gw pun menyuruh mereka pulang duluan dengan menunjukkan jalan ke MTR station.
Sementara gw dan temen gw yang laen pun meneruskan pencarian, sekaligus, gw pun mencari satu toko yang dulu sempet gw temui secara tidak sengaja juga.
Apakah toko itu?
H M V!!!
Cerita tentang gw, HMV dan apa yang gw lakukan di HMV akan diulas di bagian Intermezzo dalam Jurnal ini.
Meanwhile, gw pun berpisah jalan dengan dua orang teman gw itu dan meneruskan pencarian.
Apakah gw akhirnya menemukan toko musik itu?
Hmmm.....
_________________________________
Bestfriending with the ears: Dashboard Confessional – Stolen