Akhirnya setelah beberapa waktu lalu termangu-mangu di depan tumpukan buku itu di sebuah Toko Buku, ternyata seorang teman membelinya juga selang beberapa waktu kemudian.
Yah, bagus deh, another way to save the money: PINJEM!!! Hehehe....
Dirinya juga langsung membahas buku ini setelah membacanya, di blognya yang juicy nian itu, hehe.
Setelah membacanya sebagai teman berangkat pagi-pagi biar gak tidur mulu di mobil, gw akhirnya menutup buku itu dengan senyum mengambang. Cara gw memandang buku ini mungkin sedikit berbeda dari temen gw.
Ada sekelumit pesan yang mau disampaikan dari buku itu yang tertancap dalam diri gw: “find the answers to settle your own heart”
Pesen ini juga yang terngiang dalam kepala gw saat menonton Eight Below dan seorang Indian menyampaikannya pada tokoh yang diperankan si ganteng Paul Walker.
Yup, indeed. It’s all about the answer.
Whatever it might be.
Sebuah pertanyaan akan terus menghantui sampai ditemukannya sebuah jawaban.
Entah itu sesuai dengan harapan atau tidak.
Setidaknya, bila memang tidak sesuai, lembaran baru siap ditulisi dengan pertanyaan-pertanyaan lain dan pencarian jawaban yang lain.
Bukankah begitu?
Dan jawaban itu butuh sebuah keyakinan. Butuh sebuah kegigihan. Butuh sebuah keberanian.
Yang tentu menjadi barang langka yang harus dibayar mahal dengan.... ‘sebuah cinta’.
Butuh ketetapan hati untuk melangkahkan kaki, memulai sebuah pencarian sebuah jawaban.
Somehow... I’m in the edge of it.
Really in need for the answers but not brave enough to start the first step.
Sebuah pertanyaan yang masih berputar di kepala gw tentang hidup.
Entah mengapa, tapi masih ada satu hal yang menahan gw untuk menetapkan hati dan memulai langkah kecil itu. Padahal, udah ngewanti-wanti dalam diri: “thousands miles of journey begins with a single step”, tapi tetap terasa sulit memulainya.
Hm....
Kembali hati gw bengep ditonjok. Kali ini, dengan sebuah buku.
I’m at the same age as Shu Wen, but not close enuff brave as she was.
Padahal, gw gak perlu ke Tibet untuk mencari jawabannya, di tengah konflik Cina dan Tibet, dengan alat transportasi dan komunikasi primitif. DAMN!
Oiya, satu lagi yang diajarin buku ini.
Perang, pada dasarnya hanya sebuah ‘mis-interpretation’/’mis-understanding’ yang menyangkut sebuah adat dan tradisi. Seandainya saja, manusia mau memahami dan mengerti kebiasaan, adat istiadat dan kehidupan dari suku bangsa lain di dunia ini, mungkin peran tidak mungkin ada. Konflik bisa dihindari.
And somehow, to get into it, we need to be open-minded in seeing things from the-other-sides and try to think out-of-the-box.
Dare to do it, hunnies??
Dan sistim biogas/bioenergi yang saat ini sedang gembar gembor dibicarakan...alamak sudah dianut rakyat Tibet sejak...ribuan tahun silam!!!! Wakakaks!! Malu gak sih? Sesuatu yang dikatakan hi-tech ternyata sudah terlahir dari jaman purba, ckckck....
____________________________________
and somehow, last noon, that little clue emerged from down under...
hope it’s leading to the big answer.
Yah, bagus deh, another way to save the money: PINJEM!!! Hehehe....
Dirinya juga langsung membahas buku ini setelah membacanya, di blognya yang juicy nian itu, hehe.
Setelah membacanya sebagai teman berangkat pagi-pagi biar gak tidur mulu di mobil, gw akhirnya menutup buku itu dengan senyum mengambang. Cara gw memandang buku ini mungkin sedikit berbeda dari temen gw.
Ada sekelumit pesan yang mau disampaikan dari buku itu yang tertancap dalam diri gw: “find the answers to settle your own heart”
Pesen ini juga yang terngiang dalam kepala gw saat menonton Eight Below dan seorang Indian menyampaikannya pada tokoh yang diperankan si ganteng Paul Walker.
Yup, indeed. It’s all about the answer.
Whatever it might be.
Sebuah pertanyaan akan terus menghantui sampai ditemukannya sebuah jawaban.
Entah itu sesuai dengan harapan atau tidak.
Setidaknya, bila memang tidak sesuai, lembaran baru siap ditulisi dengan pertanyaan-pertanyaan lain dan pencarian jawaban yang lain.
Bukankah begitu?
Dan jawaban itu butuh sebuah keyakinan. Butuh sebuah kegigihan. Butuh sebuah keberanian.
Yang tentu menjadi barang langka yang harus dibayar mahal dengan.... ‘sebuah cinta’.
Butuh ketetapan hati untuk melangkahkan kaki, memulai sebuah pencarian sebuah jawaban.
Somehow... I’m in the edge of it.
Really in need for the answers but not brave enough to start the first step.
Sebuah pertanyaan yang masih berputar di kepala gw tentang hidup.
Entah mengapa, tapi masih ada satu hal yang menahan gw untuk menetapkan hati dan memulai langkah kecil itu. Padahal, udah ngewanti-wanti dalam diri: “thousands miles of journey begins with a single step”, tapi tetap terasa sulit memulainya.
Hm....
Kembali hati gw bengep ditonjok. Kali ini, dengan sebuah buku.
I’m at the same age as Shu Wen, but not close enuff brave as she was.
Padahal, gw gak perlu ke Tibet untuk mencari jawabannya, di tengah konflik Cina dan Tibet, dengan alat transportasi dan komunikasi primitif. DAMN!
Oiya, satu lagi yang diajarin buku ini.
Perang, pada dasarnya hanya sebuah ‘mis-interpretation’/’mis-understanding’ yang menyangkut sebuah adat dan tradisi. Seandainya saja, manusia mau memahami dan mengerti kebiasaan, adat istiadat dan kehidupan dari suku bangsa lain di dunia ini, mungkin peran tidak mungkin ada. Konflik bisa dihindari.
And somehow, to get into it, we need to be open-minded in seeing things from the-other-sides and try to think out-of-the-box.
Dare to do it, hunnies??
Dan sistim biogas/bioenergi yang saat ini sedang gembar gembor dibicarakan...alamak sudah dianut rakyat Tibet sejak...ribuan tahun silam!!!! Wakakaks!! Malu gak sih? Sesuatu yang dikatakan hi-tech ternyata sudah terlahir dari jaman purba, ckckck....
____________________________________
and somehow, last noon, that little clue emerged from down under...
hope it’s leading to the big answer.
wish me luck for the deadline... oct 9th 2007 ok?
No comments:
Post a Comment