this thread was written on September 28th, 2008 04:23AM (abis sahur bukannya tadarusan malah ngeblog, heraaaannn!!! ^_^)
Malam minggu kemarin adalah malam penuh dilema bagi gw (yaampyuun, kesannya gw nih sibuk banget). No no no, sebenernya hanya kebingungan gw menentukan pilihan antara menghabiskan malam itu dengan nonton DVD (yang menghantarkan gw pada kebingungan lainnya: mau yang manaa?), cek imel, compose sebuah thread, nonton tivi atau yang paling menggoda iman: menghatamkan 3 buah CD yang siangnya dengan penuh napsu gw rampas dari rak 2 buah toko musik (hahaha!!!)
Dan pemenangnya malam itu: sebuah film di salah satu saluran televisi.
Sebenernya, film berjudul “The Forgotten” yang dibintangi oleh Julianne Moore itu bukanlah film baru. Bukan juga sebuah film yang memiliki jalan cerita menarik atau patut diacungi jempol banyak. Akting Julianne Moore sendiri, gw bilang sih berada dalam rating *cukup baik*, gak terlalu waah (walau fokus hanya tertuju padanya), tapi juga gak terlalu memble. Yaa, *cukup baik*-lah.
Yang membuat gw tertarik dengan film ini, simply karena makna dibalik cerita itu sendiri.
Filmnya sendiri bercerita soal Julianne Moore yang kehilangan anak laki-laki tunggalnya dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang yang misterius. 14 bulan lalu, anaknya ini bersama dengan beberapa orang anak lainnya, mengikuti program summer camp di sebuah tempat dan untuk mencapainya harus menggunakan transportasi pesawat carteran. Namun di tengah jalan, pesawat itu hilang secara misterius.
Nah, yang bikin lebih misterius lagi adalah hanya Julianne yang merasa kalau ia memang pernah punya anak yang mendadak hilang itu. Baik suaminya, tetangganya, pengasuh anaknya, semua mengatakan kalau si Julianne ini emang gak pernah punya anak. Psikolognya pun bilang, kalo si Julianne ini mengalami apa yang disebut delusi parah. Intinya si Julianne ini mengalami gangguan kejiwaan karena gak punya anak.
Gak terima dibilang gila, maka Julianne pun berjuang membuktikan kalo dia punya anak, dan anak itu sebenernya masih hidup. Apalagi dipertegas dengan ikut terlibatnya NSA (agen pertahanan amrik yang super elite gitu laah) dalam usaha penghapusan memori Julianne akan anaknya itu.
To make it short, ternyata anaknya itu memang diculik oleh makluk ruang angkasa ( oh, believe me, it is a suck-movie) dan tengah jadi bagian dalam percobaan. Jadi yang namanya makhluk ruang angkasa itu lagi mengadakan percobaan soal hubugan ibu-anak. Ternyata satu-satunya yang gak bisa melupakan anaknya, ya si Julianne ini. Berulang kali si robot berusaha, tapi gak bisa. Termasuk dengan mencuri kenangan pertama kali si Julianne melihat anaknya yaitu saat kelahiran. Tapi si robot lupa, kalau hubungan ibu-anak sudah tercipta jauuuh sebelum anak itu sendiri lahir.
End of story, percobaan itu gagal dan Julianne kembali mendapati anaknya, walau yang tahu persis kronologi kehilangan itu hanya Julianne sendiri.
Happy ending. Period.
Terlepas dari jalan ceritanya yang cenderung gak masuk akal dengan keberadaan Alien yang menculik anak laki-laki tunggal si Julianne Moore itu, cerita ini memang punya makna tersendiri.
Kenapa dari 6 orang anak yang diculik itu, hanya Julianne yang masih memiliki ingatan kuat akan anaknya, sementara orang tua yang lain tidak? Jawabannya terletak pada emosi dan cara Julianne menjalani masa kehamilannya. She embraces the new life within her, she embraces the whole experiences of having a baby. No complaining, no sighing. She really enjoys every sip of the nine months of misery.
Dari situ gw belajar kalo kekuatan hubungan ibu dan anaknya itu dipengaruhi dengan bagaimana seorang calon mama menghadapi kehamilannya itu sendiri. Semakin ia menikmatinya, semakin kuat ikatan itu terjalin.
Hmm...
Sesuatu yang cukup sulit untuk dilakukan bukan?
Maa, I’ve no idea about it, karena memang belum merasakannya dan belum memiliki obsesi untuk menjalaninya. But, justincase gw memutuskan untuk settling down and have a baby, then I shall remind myself to re-read this thread, hahaha.
Selesai film itu, gw langsung nengok ke nyokap gw yang tergolek di sofa, kecapekan abis ngurus rumah dan masak buat buka puasa.
“I love you, Mom”, that’s all I could send her thru a gently wishper.
Malam minggu kemarin adalah malam penuh dilema bagi gw (yaampyuun, kesannya gw nih sibuk banget). No no no, sebenernya hanya kebingungan gw menentukan pilihan antara menghabiskan malam itu dengan nonton DVD (yang menghantarkan gw pada kebingungan lainnya: mau yang manaa?), cek imel, compose sebuah thread, nonton tivi atau yang paling menggoda iman: menghatamkan 3 buah CD yang siangnya dengan penuh napsu gw rampas dari rak 2 buah toko musik (hahaha!!!)
Dan pemenangnya malam itu: sebuah film di salah satu saluran televisi.
Sebenernya, film berjudul “The Forgotten” yang dibintangi oleh Julianne Moore itu bukanlah film baru. Bukan juga sebuah film yang memiliki jalan cerita menarik atau patut diacungi jempol banyak. Akting Julianne Moore sendiri, gw bilang sih berada dalam rating *cukup baik*, gak terlalu waah (walau fokus hanya tertuju padanya), tapi juga gak terlalu memble. Yaa, *cukup baik*-lah.
Yang membuat gw tertarik dengan film ini, simply karena makna dibalik cerita itu sendiri.
Filmnya sendiri bercerita soal Julianne Moore yang kehilangan anak laki-laki tunggalnya dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang yang misterius. 14 bulan lalu, anaknya ini bersama dengan beberapa orang anak lainnya, mengikuti program summer camp di sebuah tempat dan untuk mencapainya harus menggunakan transportasi pesawat carteran. Namun di tengah jalan, pesawat itu hilang secara misterius.
Nah, yang bikin lebih misterius lagi adalah hanya Julianne yang merasa kalau ia memang pernah punya anak yang mendadak hilang itu. Baik suaminya, tetangganya, pengasuh anaknya, semua mengatakan kalau si Julianne ini emang gak pernah punya anak. Psikolognya pun bilang, kalo si Julianne ini mengalami apa yang disebut delusi parah. Intinya si Julianne ini mengalami gangguan kejiwaan karena gak punya anak.
Gak terima dibilang gila, maka Julianne pun berjuang membuktikan kalo dia punya anak, dan anak itu sebenernya masih hidup. Apalagi dipertegas dengan ikut terlibatnya NSA (agen pertahanan amrik yang super elite gitu laah) dalam usaha penghapusan memori Julianne akan anaknya itu.
To make it short, ternyata anaknya itu memang diculik oleh makluk ruang angkasa ( oh, believe me, it is a suck-movie) dan tengah jadi bagian dalam percobaan. Jadi yang namanya makhluk ruang angkasa itu lagi mengadakan percobaan soal hubugan ibu-anak. Ternyata satu-satunya yang gak bisa melupakan anaknya, ya si Julianne ini. Berulang kali si robot berusaha, tapi gak bisa. Termasuk dengan mencuri kenangan pertama kali si Julianne melihat anaknya yaitu saat kelahiran. Tapi si robot lupa, kalau hubungan ibu-anak sudah tercipta jauuuh sebelum anak itu sendiri lahir.
End of story, percobaan itu gagal dan Julianne kembali mendapati anaknya, walau yang tahu persis kronologi kehilangan itu hanya Julianne sendiri.
Happy ending. Period.
Terlepas dari jalan ceritanya yang cenderung gak masuk akal dengan keberadaan Alien yang menculik anak laki-laki tunggal si Julianne Moore itu, cerita ini memang punya makna tersendiri.
Kenapa dari 6 orang anak yang diculik itu, hanya Julianne yang masih memiliki ingatan kuat akan anaknya, sementara orang tua yang lain tidak? Jawabannya terletak pada emosi dan cara Julianne menjalani masa kehamilannya. She embraces the new life within her, she embraces the whole experiences of having a baby. No complaining, no sighing. She really enjoys every sip of the nine months of misery.
Dari situ gw belajar kalo kekuatan hubungan ibu dan anaknya itu dipengaruhi dengan bagaimana seorang calon mama menghadapi kehamilannya itu sendiri. Semakin ia menikmatinya, semakin kuat ikatan itu terjalin.
Hmm...
Sesuatu yang cukup sulit untuk dilakukan bukan?
Maa, I’ve no idea about it, karena memang belum merasakannya dan belum memiliki obsesi untuk menjalaninya. But, justincase gw memutuskan untuk settling down and have a baby, then I shall remind myself to re-read this thread, hahaha.
Selesai film itu, gw langsung nengok ke nyokap gw yang tergolek di sofa, kecapekan abis ngurus rumah dan masak buat buka puasa.
“I love you, Mom”, that’s all I could send her thru a gently wishper.
_____________________________
Kickin’ the ears (saat bikin thread ini) : Link (Kiss Mixed) by Laruku (agaaaaiiinn..... ^_^V)
No comments:
Post a Comment