04:50PM
Merapat juga di Singapore, hurraaayyy!!!!
Langsung ngantri buat urus keimigrasian yang sumpah panjang banget antriannya dan so pasti membosankan karena DILARANG berfoto-foto ria. Taruhan deh, pasti orang-orang keimigrasian Singapore gak ada yang narsis, hahaha!!!
05:30PM
Baru benar-benar kelar urus keimigrasian. Oyaya...sempat juga berflirting ria dengan mas-mas keimigrasiannya, hahaha!
Oke... tugas utama adalah menukar uang buat bekel jalan. Dan yang terpenting adalah... mengumpulkan nyawa yang disebar gratisan. Nyawa disini maksud gw adalah PETA. Yup! A MAP.
Buat traveller, khususnya yang single fighter tanpa bantuan agen tour apapun, peta adalah nyawa paling utama. Jadi, jangan sungkan untuk mencomot peta. Namun sebelumnya, perhatikan dulu, peta apa yang dicari dan bahasa apa yang dipergunakan. Kan gak lucu, maunya ke tengah kota malah dapet peta pulau Sentosa pake bahasa Mandarin pula. Wassalam!!
Setelah puas foto-foto di depan Harbour Front Center yang merupakan pelabuhan sekaligus mall dan gedung perkantoran, gw dan temen gw pun langsung cabut menuju halte bis yang berada di seberang pelabuhan. Tujuan selanjutnya adalah Golden Miles Complex dengan harapan dapet tiket bis ekspres langsung Singapore – Malaysia.
Well, it was obvious that me and my friend were the center of attention, since we were the only persons carrying big luggage here and there. Hmm... and to be underlined, it was the peak hours.
Selama perjalanan ke Golden Miles Complex, kepala dan mata ini gak henti-hentinya celingukan dan lirik kanan kiri. Maan... whatta great views they have!! Gilaaa... begitu tertata rapi deretan gedungnya, begitu bervariasi antara bentuk victorian dan modern building. Taman-tamannya, manusia yang seliweran. Semua terlihat begituuu berbeda dengan apa yang ada di Jakarta.
06:30PM
Golden Miles Complex finally!!
Dan yaa... semua bis was fully booked, since the day after was the Singapore’s independence day that made everyone went traveling to Kuala Lumpur [either for shopping or just visiting families]. Jadi, last option adalah... NGETENG! Yup! [note: tiket kereta api ekonomi PUN fully booked]
Berhubung berencana melakukan perjalanan malam dan masih punya waktu tiga jam sebelum memulai gerilya, maka gak mungkin membunuh waktu dengan belanja di Little India maupun Orchard [3 hours for shopping?! It’s impossible dude!!]
So where to go?! The Riverside, dengan tujuan Esplanades, Merlion dan Lau Pa Sat.
By what? By FOOT!!!
Yup! We went there walking along the pedestrian from Raffles to Lau Pa Sat. And it was a killing!
I know... but anyway it’s a walking distance away, so why would mind going there by bus or taxi?! Let’s just WALKIN’, hahaha!
07:11PM
Esplanades.
Damn it’s a nice gorgeous building ever!
Salut buat yang bikin. Sayangnya, lampu-lampunya kurang terang, jadi kurang menggambarkan bentuk si Esplanades itu [dan bikin poto2 tampak gelap juga, hiks].
Sedikit melepas lelah di jejeran sofa di lobi gedung dan berbasa-basi dengan seorang wartawan Asia Chanel, tentu diiringi tatapan heran orang-orang yang seliweran di gedung itu. Yah, pastinyalah, saat semua orang sudah tampil chic, wangi dan well-dressed, siap untuk nonton konser/theater, gw dan temen gw malah tampil bak gelandangan [kumel, kusut, bau, lepek] bawa-bawa backpack 65 liter, haaah...
07:22PM
Heading to Merlion park, sambil menikmati satu bar es krim choco chip seharga SG$1 untuk dimakan berdua yang saat itu terasa uuenuaaaakkk buanget [the yummiest ice cream ever tasted] saat ular-ular dalam perut menggeliat hebat gara-gara kelaparan.
07:30PM
Merlion at last!!!
Di Merlion Park, cukup hanya menghabiskan setengah jam-an untuk foto aneka gaya dan menikmati pemandangan malam Singapore.
Yeah, ke Singapore emang belom lengkap kalo belom poto bareng si singa jadi-jadian itu, hahaha.
Setelah itu, ular-ular yang udah protes di dalam perut sepertinya tidak bisa menunggu lagi dan memaksa kedua kaki untuk segera melesat ke Lau Pa Sat yang jaraknya sekitar kurang dari 1 kilometeran dari Merlion Park. Naek bis? Tanggung! Jadilah otot kedua kaki kembali bekerja ekstra.
08:00PM
Lau Pa Sat!!! It’s dinner time!
Lau Pa Sat bisa dibilang adalah food centre tengah kota yang menyiapkan ratusan aneka makanan dengan ragam harga dan rasa. Jadi, asal punya duit, silakan nikmati aneka jenis makanan deh di situ!
Dari referensi di internet, semua menyarankan buat nyobain sate terenak di situ. Tanya sana sini [tentu dengan diiringi lirikan heran seluruh pengunjung food center itulah], akhirnya sampai juga di depan sebuah stall sate ternama itu. Letaknya stall sate itu ternyata di luar gedung dan disitu berderetlah stall sate aneka nama, rasa dan harga. Yang ‘katanya’ paling beken terletak di ujung jalan. Di stall itu, tersedia paketan sate [5 sate ayam, 5 sate kambing, 5 sate udang, 5 sate sapi berikut lontong] harganya sekitar 20SGD. Berhubung isi kepala sudah terkacau sempurna, dengan linglung gw udah mau pesen paketan itu aja, lalu mendadak temen gw membangunkan gw dari kebingungan itu. Bow, sate paan seharga 120rebu?! Alhasil, berdua pesen 10 tusuk sate domba plus dua biji lontong ditambah sepiring Hokian Mee dan dua gelas minuman dingin [air mineral dan teh tarik].
Saat seluruh menu tersedia di meja dan lidah ini mengecap rasa, mendadak seluruh perasaan excitement hilang begitu saja. Mungkin, orang Singapore belom pernah nyobain sate Madura ato sate buntel Solo ya? Makanya yang seperti itu aja dibilang terenak seantero jagad. Dan Hokkian Mee yang dipesan? Olala, sepertinya rindu ‘kali diri ini dengan indomie rebus pake telor dan kornet bikinan abang-abang kaki lima di pinggir jalan Indo...
Oya, disitu, kami berdua bertemu dengan suami istri Punjabi. Tadinya sih, mau sekalian tanya, berniat apa engga bikin sinetron yang bercerita soal lika liku kehidupan backpacker. Mungkin aja, gw dan temen gw bisa ikut berpartisipasi di situ. Ato mungkin gw yang nulis skenarionya? Hahaa!!
08:46PM
Bye bye Lau Pa Sat!
Jarum jam dah nunjuk angka hampir jam 9 saat semua hidangan habis setengahnya [jangan tanyalah, bagaimana mie jahanam tak berasa itu bisa masuk ke dalam perut gw]. Itu artinya, waktu untuk segera beranjak meneruskan perjalanan meninggalkan kota Singa itu.
Celingukan cari station MRT untuk menuju station MRT Bugis, seorang lelaki berpotongan eksmud dengan sedikit heran pun membantu menunjukkan station MRT yang kebetulan banget berada tepat di lantai basement gedung kantornya. Tilik ditilik, dirinya ternyata abis beli kopi buat teman ngelembur. Sayang, kartu nama tidak dihand-over ke tangan laki-laki baik hati itu, saking terlalu hectic-nya.
09:30PM
Station MRT Bugis.
Setelah sedikit norak dengan sistem tiket transportasi MRT Singapore dan tanya information center soal Terminal Bugis, berdua pun celingukan di depan station MRT Bugis itu. Olala, apapun yang dikatakan Sang Informan tadi, sepertinya tidak semembingungkan setelah berada di luar station. Alhasil, menghampiri dua orang perempuan muda yang tengah duduk di situ dan apa kata mereka? “go by MRT, it’s a lot safer than bus!” Dan mereka pun memberikan informasi yang sangat jelas bagaimana mencapai terminal yang kami tuju itu.
Jadilah, kami berdua kembali memasuki MRT, setelah mampir sebentar ke Bugis Market yang jaraknya hanya sekian langkah dari station MRT Bugis, buat membeli sedikit pernak pernik dan minuman aneh rasa lemon yang nasibnya berakhir di tempat sampah.
10:12PM
MRT to Kranji
Memang benar kalo dibilang MRT is a lot safer than any other transportation system. Terbukti dengan, saat itu sudah jam 10 malam dan masih banyak berkeliaran perempuan-perempuan muda sepulang kerja, dengan pakaian super mini, di MRT. Sedikit amazed juga, mungkin kalo di Jakarta, perempuan sendirian dengan pakaian super mini menaiki bis atau kereta, bisa-bisa berakhir dengan mengenaskan atau minimal dikomentarin mulut-mulut iseng. Tapi tidak dengan Singapore. DAMN!!
Akh, ya... satu lagi yang khas dalam MRT adalah kegilaan anak-anak muda dengan... Playstation/Game. Gak aneh ngeliat anak-anak muda entah itu sambil duduk maupun berdiri nyender di dinding MRT, menggenggam Game Player dan asik tenggelam memecahkan rekor. Sepertinya, itu adalah bekal wajib dalam MRT. Ada dalam SOP perjalanan dengan MRT.
10:37PM – ...... [the following day]
from Kranji to Terminal Larkin Johor Bahru
Jangan berpikiran Kranji itu sebuah terminal bis atau pool bis menuju perbatasan Malaysia. Karena gak mungkin nemu! Simply hanya sebuah halte bis. Yup!
Malam itu, ada puluhan orang yang juga mengantri bis yang sama. Ada tiga bis yang bertujuan sama mengangkut orang untuk ke perbatasan [sayang, lupa nomernya!]. Janganlah berharap ada keteraturan antri saat itu. Olalala, itu artinya harus berjuang desak-desakkan demi lolos ke dalam pintu kecil itu dan berhimpitan dalam bis dengan beban berkilo-kilo tersangkut di kedua bahu.
Dua kali perhentian untuk kontrol imigrasi, dan itu artinya kembali berebutan keluar dan masuk bis.
Yayaya... untung saja jiwa brutal penumpang KRL ekonomi Jakarta-Bogor masih melekat di jiwa ini, jadi tanpa peduli siapa yang disebelah, sikut dan kaki siap menyodok dan menginjak mereka. Peduli amat diprotes abis pun!! Hahaah!! [bermanfaat juga training PJKA Indonesia yaa??]
Sampai di Terminal Larkin Johor Bahru, waktu sudah menunjukkan kurang lebih pukul 01.20AM waktu setempat.
Yayaya... memang mengerikan sekali. Gelap dan tentu saja asing dengan bahasanya, walau Melayu yang notabene masih bisa dimengerti telinga Indonesia. Yang pasti, gw dan teman gw adalah mangsa menggiurkan [in both meanings] bagi para calo-calo pemangsa itu. Tentu saja, kios bis resmi sudah tutup dan tak mungkin melakukan apapun kecuali mengikuti maunya para calo.
Bargaining is still a MUST! No matter what. Gw lupa awalnya calo itu menawar berapa yang pasti, pada akhirnya gw mengeluarkan duit sebesar RM60 untuk berdua [@RM30]. Apa mau dikata? Kga ada lagi bis resmi!
Untungnya, bis itu nyaman, berAC dan yang penting, penumpangnya ramah. Itu aja.
Belum juga berangkat bis itu, gw sudah membalur tubuh dengan counterpain, mencolok kedua telinga dengan earphone dan... bye bye real world alias TIDUUURRR.
Entah ditengah belantara mana, mendadak udara begitu dingin menusuk hingga ke tulang, membuat gw terbangun, menutup seluruh tubuh dari kemungkinan serangan semilir angin AC dan mengeluarkan senjata pamungkas: selimut kain yang lumayan jadi tambahan pelindung tubuh.
Sedikit memalingkan pandangan keluar jendela yang menyajikan pemandangan hutan ditengah kegelapan, gw bergidik sendiri dan baru sadar kalau pantas saja udara terasa dingin menusuk, lha wong diluar lagi deras-derasnya hujan turun.
Tanpa menanti lebih lama, kembali diri ini jatuh tertidur. Sambil merasakan denyut-denyut memar di seluruh tubuh, haha!!
ZZzzzzz.....
--end of The Traveller’s Journal part II: Singapore – it’ all about “no pain no gain” thingy --
the traveller's journal edition:
1. the traveler’s journal part I: “when the journey begins in…… chaotically”
2. the traveller’s journal part II: singapore – it’s all about “no pain no gain” thingy
3. the traveler’s journal part III: kuala lumpur – “feels like home”
4. the traveler’s journal part IV: genting highlands malaysia – craving for more thrilling rides
5. the traveler’s journal part V: the skybridge petronas malaysia – beauty in stealth
6. the traveler’s journal part VI: macau – getting lost in translation and direction in a gambling paradise
7. the traveler’s journal part VII: macau – unbelievably ‘friendly’ people [in cynically mode on]
8. the traveler’s journal part VIII: hongkong – the city of lights, rain [plus typhoon] and.... crowds
9. the traveler’s journal part IX: hongkong – disneyland “the land to spoil your childhood side”
10. the traveler’s journal part X: hongkong – viewing hongkong from high above & getting stoned over....shoppin’
11. the traveler’s journal part XI: g’bye hongkong-macau, welcome to bangkok!
12. the traveler’s journal part XII: grand palace thai and tour the gems boutiques
13. the traveler’s journal part XIII: thailand-chatuchak... shop till you drop!!!
14. the traveler’s journal part XIV: back to kuala lumpur – night at the twin tower
15. the traveler’s journal part XV: let’s get back 2 werk!!!
16. travelin’ highlights: before
____________________________________
the sums:
Yang pasti, perjalanan di Singapore menyisakan rasa sakit dan memar yang cukup melebam di tubuh akibat rasa letih yang menyerang jiwa raga dan seluruh persendian tubuh setelah berjalankaki dan gendong ‘anak’ selama total 9 jam tanpa kesempatan benar-benar melepaskannya, sebelum akhirnya mendapatkan waktu dan tempat ‘nyaman’ untuk melepas lelah a.k.a tidur dalam bis.
Memang tepat kalau dibilang, “no pain, no gain.”
Well, it is... indeed!!
No comments:
Post a Comment